Logo Bloomberg Technoz

Aturan dan Proses Pemakzulan Menurut UU: Tak Mudah

Azura Yumna Ramadani Purnama
08 June 2025 19:00

Pedagang menjajakan foto Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres di kawasan Pasar Baru, Jumat (26/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Pedagang menjajakan foto Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres di kawasan Pasar Baru, Jumat (26/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Forum Purnawirawan Prajurit Tentara Nasional Indonesia mengirimkan surat dengan nomor 003/FPPTNI/V/2025 kepada pimpinan Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Isinya, mereka meminta pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Dalam surat tersebut, forum memaparkan sejumlah dalil yang menjadi acuan putera sulung Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) tersebut tak layak berada dalam jabatannya. Mulai dari persyaratan yang tak memenuhi aturan, putusan kontroversial mahkamah konstitusi (MK), dan sejumlah tuduhan kasus pidana dan korupsi terhadap Gibran.

Indonesia memang memiliki aturan yang memungkinkan seorang presiden atau wakil presiden diberhentikan paksa di tengah masa jabatannya. Namun, aturan tersebut tak akan mudah dalam proses pelaksanaannya. Hal ini sebagai upaya perlindungan agar presiden dan wapres terpilih yang memenangkan pemilu tak akan mudah disingkirkan melalui proses politik tertentu.

Aturan pemakzulan pemimpin negara tertuang pada Pasal 7A dan 7B Undang-undang Dasar 1945. 

Pasal 7A memuat garis besar proses pemakzulan yaitu usulan DPR kepada MPR. Namun, aturan ini juga memuat sejumlah alasan yang bisa membuat presiden atau wakil presiden dicopot dari jabatannya yaitu pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.