Logo Bloomberg Technoz

Catherine Lucey - Bloomberg News

Bloomberg, Presiden China Xi Jinping meminta Presiden AS Donald Trump mencabut 'tindakan negatif' yang memicu ketegangan perdagangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia dan setuju untuk melanjutkan negosiasi, menurut stasiun televisi pemerintah China.

Pemimpin China itu mengatakan Beijing telah mematuhi ketentuan perjanjian perdagangan yang disepakati kedua negara bulan lalu di Jenewa, menurut pernyataan yang diterbitkan CCTV, meski pejabat AS mengeluh bahwa pembatasan ekspor logam tanah jarang belum dicabut dengan cepat.

Berdasarkan pernyataan tersebut, Xi juga mengatakan kedua negara harus berusaha mengurangi kesalahpahaman dan Trump dipersilakan untuk mengunjungi China.

Hubungan antara kedua rival tersebut memburuk dalam beberapa pekan terakhir, di mana kedua pihak saling menuduh melanggar gencatan senjata perdagangan yang menurunkan tarif dari level tertinggi.

Adanya konflik baru yang mengancam perdamaian yang rapuh, analis pasar berharap percakapan keduanya akan membuka jalan menuju penyelesaian perdagangan. Saham naik terungkit oleh kabar percakapan kedua pemimpin itu, tetapi kemudian berubah negatif karena investor menunggu laporan tenaga kerja AS pada Jumat (6/6/2025).

Percakapan melalui sambungan telepon antara kedua pemimpin tersebut menandai kontak formal pertama yang diketahui sejak Trump menjabat. Percakapan terakhir antara Trump dan Xi terjadi pada Januari sebelum pelantikan Presiden AS.

Presiden China Xi Jinping & Presiden AS Donald Trump. (Bloomberg)

Kementerian Luar Negeri China mengatakan percakapan tersebut diinisiasi atas permintaan Trump. Gedung Putih belum membalas permintaan komentar.

Logam tanah jarang menjadi titik panas utama dalam beberapa hari terakhir. AS menuduh China melanggar janji untuk melonggarkan aturan ekspor atas logam-logam tersebut yang dibutuhkan untuk elektronik mutakhir. Beijing merasa frustrasi dengan pembatasan baru AS atas penjualan perangkat lunak desain cip dan rencana pencabutan visa pelajar China.

Trump sudah lama mengatakan pembicaraan langsung dengan Xi adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan perbedaan antara kedua negara, tetapi pemimpin China sejauh ini enggan berbicara via telepon dengan Trump— lebih memilih para penasihat untuk merundingkan isu-isu utama.

Aturan ekspor dan tindakan AS terkait visa mahasiswa dan pembatasan teknologi kemungkinan akan menjadi fokus utama dalam negosiasi mendatang. Kepala perdagangan AS dan China baru saja sepakat di Jenewa bulan lalu untuk menurunkan tarif selama 90 hari, sambil berupaya mencapai kesepakatan yang lebih luas.

Sejarah menunjukkan, kesepakatan akhir apa pun mungkin memakan waktu lama. Pada tahun 2018 selama masa jabatan pertama Trump sebagai presiden, kedua pihak sepakat menunda pertikaian mereka setelah mengadakan serangkaian negosiasi.

Namun, AS segera menarik diri dari kesepakatan tersebut, yang menyebabkan tarif dan negosiasi lebih lanjut selama lebih dari 18 bulan sebelum menandatangani kesepakatan "Fase Satu" pada Januari 2020.

Salah satu tujuan China kali ini adalah mencari keringanan dari pembatasan ekspor AS atas cip canggih yang vital bagi perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan kemajuan militer. Hal ini mungkin akan menjadi titik perselisihan di Washington, di mana Demokrat dan Republik jarang sepakat bahwa Beijing menimbulkan ancaman keamanan nasional.

Selain ketegangan dalam hubungan ekonomi, gesekan geopolitik juga semakin meningkat. Pejabat Kementerian Luar Negeri China bulan ini memprotes pernyataan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth pada pertemuan para panglima militer di Singapura bahwa China merupakan ancaman langsung terhadap Taiwan, pulau yang diklaim oleh Beijing.

(bbn)

No more pages