Ahli strategi JPMorgan Chase & Co yang dipimpin oleh Meera Chandan mengatakan kepada para investor minggu lalu bahwa mereka tetap bearish terhadap mata uang AS, dan sebaliknya merekomendasikan yen, euro, dan dolar Australia.
Indeks Dolar AS telah turun hampir 10% sejak mencapai puncaknya pada Februari karena kebijakan perdagangan Trump merusak sentimen terhadap aset-aset AS dan memicu pemikiran ulang tentang ketergantungan dunia terhadap dolar AS.
Namun, data Commodity Futures Trading Commission menunjukkan penurunan ini masih jauh dari titik ekstrem historis, menggarisbawahi potensi pelemahan dolar lebih lanjut di masa mendatang.
Para ahli strategi Morgan Stanley bilang pemenang terbesar dari pelemahan dolar adalah euro, yen, dan franc Swiss, yang secara luas dianggap sebagai saingan dolar AS sebagai aset-aset global yang aman.
Mereka memprediksi euro naik ke sekitar level 1,25 tahun depan dari sekitar 1,13 saat ini karena dolar merosot. Pound juga akan naik dari 1,35 ke 1,45, dibantu oleh "high carry"—imbal hasil yang bisa diperoleh investor dari memegang mata uang tersebut—dan rendahnya risiko ketegangan perdagangan Inggris. Para analis mengatakan yen, yang saat ini diperdagangkan sekitar 143 per dolar, akan menguat menjadi 130.
Bank tersebut mengatakan bahwa imbal hasil Treasury bertenor 10 tahun akan mencapai 4% pada akhir tahun ini, dan mengalami penurunan yang jauh lebih besar tahun depan karena Federal Reserve memotong suku bunga sebesar 175 basis poin.
Dolar melemah terhadap berbagai mata uang pada awal perdagangan Asia hari ini, Senin (2/6/2025), di mana indeks mata uang Bloomberg sekitar 0,2% lebih lemah.
(bbn)































