Logo Bloomberg Technoz

“Pasar mencoba mencernakan terlalu banyak sinyal sekaligus. Ada potensi stimulus dari sisi suku bunga, tapi di sisi lain ada kebijakan fiskal dan dagang yang sangat tidak konsisten,” ujar Liza dalam riset pagi Kiwoom, Senin (2/6/2025).

Ketidakpastian ini salah satunya muncul dari dinamika tarif AS yang berubah-ubah hanya dalam hitungan hari. Dalam sepekan terakhir, pasar dikejutkan oleh pembatalan tarif "Liberation Day" Trump oleh pengadilan, yang kemudian dibalik kembali oleh putusan banding. Ketegangan semakin memuncak ketika Trump menuduh China melanggar kesepakatan atas ekspor mineral kritis, sebelum akhirnya menyatakan akan membuka jalur negosiasi dengan Presiden Xi Jinping. Laju indeks-indeks utama AS pun menjadi tak menentu, meski Nasdaq dan S&P 500 mencatat kenaikan bulanan signifikan, sesi perdagangan ditutup volatil akibat kabar yang berganti-ganti dari Gedung Putih.

Di sisi lain, pelaku pasar global tengah menanti keputusan penting dari bank sentral utama dunia. Bank Sentral Eropa diperkirakan akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, sejalan dengan tren inflasi yang mulai melemah. 

Sementara itu, Federal Reserve AS masih mempertahankan sikap hati-hati, meski tekanan untuk memangkas suku bunga mulai meningkat pasca rilis data inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) yang melandai sesuai ekspektasi.

IHSG Turun Tajam (Diolah)

Namun, bukan berarti semua kabar mengarah pada penguatan aset berisiko. Rencana kebijakan pajak dan belanja Trump berpotensi menambah utang AS hampir US$4 triliun dalam 10 tahun, menciptakan tekanan fiskal yang bisa mengganggu stabilitas jangka panjang. Sinyal semacam ini menjadi kontra narasi terhadap harapan pasar akan pelonggaran moneter yang lebih cepat.

Bersamaan dengan itu, kondisi geopolitik juga tidak memberi ruang untuk optimisme penuh. Ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali meningkat, dengan eskalasi serangan drone dan retorika tajam dari kedua pihak. Bahkan, eks Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyebut risiko konflik global kian nyata setelah Trump menyebut Vladimir Putin “gila” atas serangan udara di Kyiv.

Dengan latar belakang global seperti ini, pasar Asia dan Eropa cenderung bergerak fluktuatif meski secara bulanan masih mencatat kenaikan, berkat rotasi ke sektor teknologi dan harapan pemangkasan suku bunga. Namun volatilitas tetap tinggi, terutama di Asia Timur. Di Jepang, misalnya, Bank of Japan mulai mengantisipasi risiko neraca mereka dengan meningkatkan cadangan kerugian atas transaksi obligasi, sementara nilai tukar yen terus melemah.

Untuk pasar domestik, stabilnya rupiah di kisaran Rp16.290 per dolar AS memberi sedikit bantalan. Namun, posisi IHSG yang kembali mendekati area support teknikal di 7.145 menjadi perhatian tersendiri. Liza menyebutkan bahwa jika indeks ditutup di bawah level tersebut, sinyal pelemahan jangka pendek akan semakin kuat, dan investor disarankan mulai melakukan pengurangan bertahap atas portofolio berisiko tinggi.

Data makroekonomi yang dirilis hari ini, termasuk inflasi April, PMI manufaktur, dan neraca dagang, akan menjadi kunci arah IHSG dalam waktu dekat.

Sementara itu, pelaku pasar diharapkan tetap waspada menghadapi minggu yang penuh potensi kejutan: laporan ketenagakerjaan AS, pidato dari sejumlah pejabat Federal Reserve, serta perkembangan terbaru dari perundingan tarif antara Washington dan Beijing akan menjadi penentu besar arah pasar global maupun domestik dalam beberapa hari ke depan.

(dhf)

No more pages