Logo Bloomberg Technoz

"Sekarang investor asing lebih berhati-hati. Mereka hanya berani masuk di pendanaan kecil, sekitar US$ 50 ribu sampai US$ 200 ribu. Pendanaan besar sementara berhenti sampai tata kelola startup diperbaiki," jelasnya.

Untuk diketahui, terdapat sejumlah kasus dugaan penipuan yang dilakukan oleh pendiri startup Indonesia, salah satunya Investree dan eFishery.

Investree, perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending, menjadi sorotan setelah banyak keluhan muncul dari para pemberi pinjaman (lender) terkait gagal bayar yang semakin membengkak. Masalah ini bermula dari tingginya tingkat kredit macet (Tingkat Wanprestasi 90 hari atau TWP90) yang melebihi batas aman yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Banyak lender melaporkan bahwa pinjaman yang mereka danai tidak kunjung dibayar kembali, bahkan hingga berbulan-bulan.

Hingga pada 21 Oktober 2024 OJK memutuskan mencabut izin usaha Investree, yang dianggap telah gagal memenuhi ekuitas minimum sebagaimana diatur dalam melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

Di samping itu, OJK mengaku terus mencari keberadaan Adrian Gunadi, mantan CEO dan Co-founder PT Investree Radika Jaya atau Investree Indonesia. OJK juga menelusuri aset Adrian Gunadi dan pihak-pihak lainnya pada Lembaga Jasa Keuangan untuk selanjutnya dilakukan pemblokiran.

Adrian Gunadi 'menghilang' usai kasus kredit macet kepada lender kembali mencuat di awal 2024. Baru setelah Adrian Gunadi, disebut-sebut telah meninggalkan Indonesia dan kabur dari tanggung jawab, OJK mulai intens berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH).

Situasi ini berdampak lebih luas pada persepsi terhadap industri fintech lending di Indonesia. Banyak investor ritel mulai berhati-hati atau bahkan menarik diri dari platform serupa.

Di sisi lain, kasus eFishery secara tak langsung menjadi gambaran nyata bagaimana praktik memoles angka keuangan bisa menjelma menjadi bumerang besar. Tidak hanya bagi pelakunya, tetapi juga bagi reputasi industri secara keseluruhan.

Dalam laporan eksklusif Bloomberg News, mantan CEO eFishery Gibran Huzaifah secara terbuka mengakui bahwa ia telah merekayasa laporan keuangan eFishery demi menjaga kelangsungan hidup perusahaan di masa-masa awalnya. Namun, Gibran menolak tudingan telah mencuri dana investor.

Gibran menyebut ia membuat dua versi laporan: satu versi asli untuk internal perusahaan, dan versi lain yang telah digelembungkan untuk para investor. Dalam satu waktu krusial di akhir 2018, ia mengirimkan versi rekayasa itu ke para pemodal. Angka-angka yang tampak menjanjikan membuat investor mempercayakan lebih banyak dana, tanpa mengetahui bahwa laporan tersebut tidak sesuai kenyataan.

Akibatnya, sejumlah investor besar dunia seperti SoftBank (Jepang), Temasek Holdings (Singapura), Social Capital milik Chamath Palihapitiya, Sequoia India, hingga 42XFund dari Abu Dhabi turut menjadi korban. Laporan menyebutkan setidaknya US$300 juta dana investor menguap, meski jumlah pasti masih belum diketahui.

(lav)

No more pages