Logo Bloomberg Technoz

Sebelumnya, proyek hilirisasi fase pertama sempat mencakup 21 proyek dengan nilai investasi mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp659,2 triliun. Rencanannya, proyek hilirisasi itu bakal didanai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Adapun, sejumlah proyek yang masuk program hilirisasi fase pertama ini bakal mulai dilaksanakan atau groundbreaking pada Juni 2025. 

“Dan ini semuanya sudah kita bicarakan sudah detail sekali. Ini adalah kolaborasi antara Satgas [hilirisasi], kementerian investasi, dan kementerian-kementerian teknis lainnya,” ucapnya. 

Kendala PTBA

Di hadapan anggota legislatif sebelumnya, Direktur Utama PTBA Arsal Ismail menyatakan proyek DME masih terkendala sehingga butuh kajian yang mendalam. Arsal menyebut faktor keekonomian menjadi penghambat utama dari proyek itu.

“Nah hanya untuk DME memang kita perlu dilakukan kajian yang sangat mendalam ya karena di samping investasinya besar, ya itu juga harus benar-benar memberikan nilai tambah buat bangsa dan negara ini,” ucap Arsal.

DME sejatinya digadang-gadang dapat menjadi substitusi gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG), karena impor komoditas tersebut yang terus naik dari tahun ke tahun. Akan tetapi, proyek itu justru lebih mahal ketimbang impor LPG.

"Pertama itu tantangan keekonomian, di mana estimasi harga DME hasil produksinya masih lebih tinggi dari harga patokan yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM, dan juga analisis perhitungan kami masih lebih tinggi dari harga LPG impor," beber Arsal.

Di samping tantangan keekonomian, PTBA juga harus mengonversikan infrastruktur, seperti jalur distribusi maupun perangkat kompor rumah tangga supaya bisa kompatibel dengan produk DME.

"Jaraknya itu kurang lebih 172 kilometer, serta perlu kesiapan jaringan niaga dan distribusi bahan bakar alternatif ini secara luas," tambah dia.

Arsal menegaskan, pihaknya secara aktif melakukan penjajakan dengan calon mitra potensial, terutama perusahaan dari China seperti China National Chemical Engineering Group Corporation (CNCEC), China Chemical Engineering Second Construction Corporation (CCESCC), Huayi, Wanhua, Baotailong, Shuangyashan, dan East China Engineering Science and Technology Co Ltd (ECEC).

"Dari seluruh calon mitra tersebut, baru ECEC gitu ya yang menyatakan minat menjadi mitra investor meski belum dari dalam skema investasi penuh atau full investment," jelasnya.

ECEC sendiri telah menyampaikan preliminary proposal coal to DME pada 18 November 2024 yang lalu dengan processing service fee (PSF) indikatif yang diusulkan berada di rentang US$412—US$488 per ton.

Angka tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan ekspektasi Kementerian ESDM pada 2021 sebesar US$310 per ton.

(mfd/naw)

No more pages