Sementara indeks saham LQ45 yang berisikan saham-saham unggulan juga terjerembab di zona merah, dengan pelemahan 9,1 poin (1,12%) ke posisi 802,54.
Saham-saham LQ45 yang tercatat melemah harganya adalah saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) drop 6,64%, saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) melemah 4,74%, dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) terdepresiasi 4,26%.
Pertemuan Bank Indonesia Dimulai, IHSG Ditutup Melemah
Pelemahan IHSG pada perdagangan hari ini terjadi di tengah pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia yang sudah memulai pertemuan bulanan untuk merumuskan kebijakan suku bunga acuan.
Hasil RDG akan diumumkan esok hari, termasuk suku bunga acuan.
Pasar memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan kolega akan melakukan langkah besar. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg dengan melibatkan 35 ekonom/analis hingga sore hari ini, Selasa, menghasilkan median proyeksi BI Rate turun 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%.
Dari 35 ekonom/analis, hanya 13 (37,14%) yang memperkirakan suku bunga acuan akan tetap bertahan di 5,75%.
Dengan itu, konsensus pasar memperkirakan Bank Indonesia akan memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%, setelah tiga bulan beruntun BI Rate ditahan di level 5,75%.
Bila ekspektasi pasar itu terpenuhi, pemangkasan BI Rate pada pertemuan Mei akan menjadi yang kedua tahun ini setelah pada Januari lalu bunga acuan secara tak terduga digunting oleh Bank Indonesia, di luar perkiraan pasar.
Sinyal pelemahan ekonomi dari dalam negeri yang kian kentara menjadi faktor utama perlunya pelonggaran moneter di Indonesia.
Selain itu, rupiah yang sering menjadi faktor penahan langkah BI menurunkan bunga acuan, kinerjanya juga sudah membaik dalam sebulan perdagangan. Rupiah telah menguat 2,65% sejak BI Rate diputuskan di 5,75% pada bulan lalu.
“BI Rate kemungkinan akan diturunkan jadi 5,50% dengan bank sentral memanfaatkan penguatan rupiah belakangan dan gencatan tarif dagang Tiongkok-AS. Pertumbuhan ekonomi yang berlanjut melemah pada Kuartal I-2025 akibat lesunya investasi dan konsumsi rumah tangga bahkan sebelum terjadi guncangan akibat tarif resiprokal pada April. Rupiah sudah menguat dengan kinerja melampaui mata uang Asia lain,” kata Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson.
Ekonomi Melambat
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,87% year-on-year (yoy). Ini menjadi yang terlemah sejak Kuartal III-2021, saat pandemi Covid-19 varian delta mengganas sampai pemerintah terpaksa menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang membuat ekonomi ‘mati suri’.
Meski ada Ramadan-Idul Fitri, tetapi konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh 4,89% yoy. Ini menjadi yang terendah sejak Kuartal IV-2023.
“Dari sisi inflasi, inflasi inti pada April berada di 2,5% yoy. Menandakan tekanan harga sudah cukup tepat,” terang Henderson.
Penguatan rupiah, perlambatan ekonomi, dan inflasi yang relatif terjaga membuat ruang penurunan BI Rate memang terbuka. Indonesia membutuhkan stimulus untuk melancarkan laju roda perekonomian, dan salah satu yang diharapkan adalah stimulus moneter berupa penurunan suku bunga.
(fad)































