Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Aplikator layanan kendaraan atau ride hailing menilai kebijakan mengubah status mitra pengemudi ojek online (ojol) menjadi karyawan tetap justru dapat berisiko menimbulkan sejumlah tantangan yang signifikan, termasuk adanya penurunan daya jangkau layanan.

Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy menegaskan, setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan bilamana kebijakan tersebut diterapkan. Ia mengukup esensi utama kemitraan dalam ride hailing adalah fleksibilitas. 

Oleh karena itu menurutnya, sistem ini memberi ruang bagi masyarakat untuk masuk dan keluar dari pekerjaan sesuai kebutuhan ekonomi mereka.

"Yang pertama, jumlah. Jumlahnya pasti akan jauh menyusut. Kalau sekarang bisa banyak sekali. Kan ada 4 pemain, total [aplikator], [mitra] itu pasti jutaan, nggak mungkin bisa semuanya yang jadi karyawan tetap. Karena lagi-lagi kalau yang jadi karyawan, ada hak, ada wajiban," jelas Tirza saat ditemui di Jakarta, Senin (19/5/2025) malam.

"Yang kedua, nantinya jadi ojol nggak segampang sekarang. Kalau sekarang, pokoknya punya SIM, KTP bisa, tapi [kalau jadi karyawan] pasti akan ada seleksi, sama seperti kalau mau jadi pekerja kantoran, pasti ada interview-nya dulu, masukin CV, diseleksi, bisa terbayang nggak? Justru banyak sekali nanti teman-teman [ojol] yang jadinya tidak bisa terakomodir."

Tirza juga menyoroti dampak lanjutan terhadap pelaku usaha mikro. Menurut data internal Grab, 90% mitra merchant makanan mereka berasal dari Usaha Mikro Kecil Menengah atau UMKM. Sehingga, jika jumlah mitra pengemudi menurun, maka kemampuan menjangkau konsumen juga ikut terdampak.

Berkaca pada kasus serupa di Negara Spanyol, Tirza menerangkan, setelah pemerintah mengubah status pekerja mitra menjadi karyawan, hanya 17% yang bisa terserap.

"Spanyol itu jumlah penduduknya tidak sampai separuhnya negara Indonesia, dan jumlah penganggurannya dan PHK-nya juga jauh lagi dari Indonesia."

"Jadi kalau dari kami melihatnya, karena dampaknya itu sangat signifikan, dan justru bisa melukai mereka [ojol] yang selama ini ingin kita lindungi. Maka [keputusan menjadikan mitra sebagai karyawan tetap] harus sangat berhati-hati," tegas dia.

Skema UMKM Lebih Relevan

Di sisi lain, Executive Director Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) Agung Yudha justru berpandangan bahwa menjadikan mitra sebagai pengusaha mikro di bawah skema UMKM justru lebih relevan. 

"Sebetulnya, menjadikan mitra pengemudi masuk ke skema pengusaha mikro di bawah Kementerian UMKM bisa jadi adalah pilihan yang lebih baik ketimbang menjadi tenaga kerja tetap," kata Agung ketika ditemui di kesempatan yang sama dalam agenda 'Dinamika Industri On-Demand di Indonesia: Status Mitra Pengemudi dan Komisi'.

Dengan memasukan pengemudi ke dalam kategori usaha mikro, dapat membuat mitra ojol mendapatkan subsidi yang memang khusus diberikan untuk UMKM. Selain itu, pendekatan ini juga terbukti efektif seperti saat distribusi subsidi BBM untuk ojol dan taksi online beberapa waktu lalu.

"Nah, jika ini kemudian dianggap berhasil ya kenapa nggak diteruskan dan ditingkatkan lagi lebih lanjut," cerita Agung. Justru yang terpenting bukanlah sekadar formalitas status kerja, melainkan bagaimana kebijakan itu berdampak pada keberlanjutan ekosistem secara keseluruhan.

"Jadi jangan cuma melihat pada formalitasnya aja, tetapi juga harus lihat dampaknya, terutama jangka panjang, dan juga seberapa itu kemudian berdampak pada ekosistem secara keseluruhan."

(prc/wep)

No more pages