Salah satu syarat tersebut yakni rata-rata produksi beras dalam negeri bisa mampu bertahan melebihi 2,5 juta ton per bulan. Saat ini, kata dia, rerata produksi dalam negeri masih berfluktuatif di bawah angka 2,6 juta ton, tak berbeda jauh dari rerata konsumsi di angka tersebut.
"Nanti jika produksinya bisa bertahan di atas 2,5 juta ton [per bulan], kenapa enggak? Kan beras ini bukan barang antik. Kita perlu me-refresh, jangan sampai yang sudah disimpan. Jadi turn over-nya harus diatur," kata Arief.
Kementerian Pertanian sebelumnya mengungkapkan negara tetangga seperti Malaysia tertarik untuk mengimpor beras dari Indonesia, akibat lonjakan harga dan keterbatasan stok.
Merespons hal itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan pemerintah Indonesia saat ini tetap memprioritaskan ketahanan pangan nasional dan memastikan ketersediaan stok dalam negeri dalam kondisi aman.
"Ada permintaan beras dari Malaysia kepada kita. Namun untuk sementara, kita harus menjaga ketersediaan dan keamanan stok dalam negeri terlebih dahulu," ujarnya dalam keterangan resminya, belum lama ini.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan potensi produksi beras Tanah Air diproyeksikan mencapai 10,15 juta ton pada April—Juni 2025, menurun 9,29% secara tahunan atau year on year (yoy) dibandingkan 11,19 juta ton pada April—Juni 2024.
Namun, BPS juga melaporkan produksi beras Maret 2025 diperkirakan mencapai 5,14 juta ton, meningkat 49,9% dibandingkan dengan Maret tahun lalu.
Dengan demikian, produksi beras diperkirakan mencapai 18,76 juta ton pada pada Januari—Juni 2025. Angka ini meningkat 11,17% dibandingkan dengan Januari—Juni 2024.
(ain)