Logo Bloomberg Technoz

Pihak pembela berargumen bahwa negara sedang menuntut preferensi seksual Combs yang sah secara hukum dan hubungan romantisnya yang penuh gejolak, setelah pihak pemerintah menyampaikan gambaran yang sangat berbeda.

Sean Combs menggunakan kekerasan, ancaman, narkoba, dan uang untuk memaksa dua perempuan—penyanyi Cassie dan seorang perempuan yang diidentifikasi sebagai Jane Doe—untuk terlibat dalam pesta seks berdurasi beberapa hari yang dipenuhi narkoba dan melibatkan pekerja seks, kata Jaksa AS Emily Johnson.

 Combs juga merekam kedua perempuan tersebut bersama pendamping pria dan kemudian memeras mereka dengan rekaman itu, lanjut Johnson.

“Kasus ini bukan tentang preferensi seksual seorang selebriti,” kata Johnson kepada para juri. Selama lebih dari dua dekade, Combs menggunakan penculikan, pembakaran, narkoba, penganiayaan, dan suap untuk tetap menjadi “raja” dari sebuah konspirasi yang bertujuan “memenuhi segala keinginannya.”

Pernyataan pembuka menggambarkan dua teori yang sangat berbeda yang akan dihadapkan pada juri—kehidupan romantis yang sah meski kacau, atau skema kriminal untuk memastikan Combs terus mendapat pasokan narkoba, perempuan, dan kekuasaan.

Combs didakwa atas konspirasi pemerasan (racketeering), perdagangan seks, dan transportasi untuk tujuan prostitusi. Persidangan di hadapan Hakim Arun Subramanian dari Distrik Selatan New York ini diperkirakan berlangsung selama delapan minggu. Jika dinyatakan bersalah, Combs terancam hukuman penjara seumur hidup.

Sean Combs atau Puff Daddy

Yang disajikan pada Senin pagi bukan hanya teori fakta yang saling bertentangan, tetapi juga gambaran yang bersaing tentang siapa sebenarnya Sean Combs.

Pihak pembela berusaha melunakkan citranya. Pengacara Combs menggambarkannya sebagai sosok dari bawah yang berhasil meraih kesuksesan—meskipun mengakui bahwa ia memiliki temperamen yang membuatnya merasa malu. Pada satu titik, Combs berdiri di ruang sidang atas permintaan Geragos. Ia mengenakan sweter warna krem dan berjanggut abu-abu.

Para juri mungkin mengenalnya dengan berbagai nama, kata Geragos. “Berdiri di ruang sidang ini pada usia 55 tahun, di tempat ia lahir dan dibesarkan, dia menggunakan nama lahirnya: Sean Combs,” ujar Geragos. 

“Dia tumbuh besar di Harlem dan berasal dari keadaan serba kekurangan,” lanjutnya. 

“Dia meraihnya dengan kerja keras—tak ada yang memberinya uang sepeser pun.”

Namun, Combs bisa marah bahkan bertindak kasar, tambahnya, sambil menekankan bahwa momen-momen penuh kekerasan itu tidak sama dengan tuduhan kriminal yang diajukan pemerintah.

Sebaliknya, pemerintah menggambarkan Combs sebagai sosok di puncak piramida yang menyalahgunakan uang dan kekuasaannya terhadap orang-orang di bawahnya. 

“Di mata publik, dia adalah Puff Daddy atau Diddy, ikon budaya, pebisnis, sosok besar,” kata jaksa. “Namun ada sisi lain dirinya yang menjalankan jaringan kriminal. 

Anda akan mendengar tentang 20 tahun kejahatan terdakwa ini. Ia memiliki lingkaran dalam yang terdiri dari pengawal dan karyawan yang membantunya melakukan dan menutupi kejahatan.”

Ras Juri Dipermasalahkan

Sebelum pernyataan pembukaan dimulai pada Senin pagi, pihak pembela dan jaksa memilih 12 juri dari panel awal yang terdiri atas 45 calon juri. Pengacara pembela Sean Combs menantang keputusan jaksa yang mencoret calon juri, dengan alasan bahwa mereka telah mengecualikan calon juri kulit hitam berdasarkan ras.

Seorang asisten jaksa AS menjelaskan kepada hakim alasan di balik pencoretan yang dipermasalahkan, dan mengatakan bahwa alasan-alasan tersebut tidak berkaitan dengan ras. 

Alasan-alasan itu mencakup seorang calon juri yang pernah menyebut polisi sebagai “brengsek,” calon lain yang memiliki anggota keluarga yang pernah dipenjara, dan satu juri yang mengenal terlalu banyak saksi potensial, di antara alasan lainnya. Jaksa juga mencatat bahwa juri terpilih tetap beragam secara rasial.

Hakim menolak tantangan Combs terhadap keputusan jaksa dan menyatakan bahwa pihak Combs gagal menunjukkan adanya diskriminasi yang disengaja.

(bbn)

No more pages