Logo Bloomberg Technoz

Kemajuan juga telah dicapai dalam masalah fentanil. Menurut para narasumber, pembicaraan terpisah bisa segera dilakukan guna mengurangi ekspor dari China atas bahan-bahan yang digunakan untuk membuat opiat, yang menyebabkan lonjakan kematian akibat overdosis dalam beberapa tahun terakhir.

Menkeu AS Scott Bessent. (Bloomberg)

Baik Departemen Keuangan maupun Kantor Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer, yang bergabung dengan Bessent dalam perundingan itu, menolak berkomentar.

Dalam pernyataannya, juru bicara Gedung Putih Kush Desai mengatakan, "satu-satunya tujuan pemerintah dalam pembicaraan ini ialah memajukan kebijakan ekonomi 'America First' Presiden Trump menuju hubungan dagang yang adil dan timbal balik. Setiap diskusi tentang tingkat tarif 'target' adalah spekulasi yang tidak berdasar."

Masalah terbesar yang dihadapi pemerintahan Trump adalah tarif antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia meningkat begitu tinggi, di mana bea masuk AS atas banyak impor China mencapai 145%. Bahkan penurunan drastis pun tidak mungkin meringankan penderitaan konsumen Amerika di tengah peringatan kenaikan harga dan rak-rak kosong musim panas ini.

Dalam komentarnya pada Kamis, para pejabat AS dari Presiden Donald Trump dan seterusnya memperjelas keinginan mereka untuk mengurangi tarif yang dinaikkannya dengan cepat sebagai respons atas pembalasan China terhadap pengumuman bea masuk baru pada 2 April lalu.

"Tidak ada yang lebih tinggi lagi—tarif sudah mencapai 145%, jadi kami tahu [tarif] ini akan turun," kata Trump kepada wartawan pada Kamis saat mengumumkan garis besar kesepakatan dagang AS-Inggris. "Saya pikir kami akan mengalami akhir pekan yang baik dengan China."

"De-eskalasi, menurunkan tarif itu ke level yang memungkinkan, level seharusnya, adalah tujuan Scott Bessent. Saya pikir itu juga merupakan tujuan delegasi China," kata Menteri Perdagangan Howard Lutnick kepada CNBC.

"Itulah yang diharapkan presiden sebagai hasil yang baik, yakni dunia yang tidak bereskalasi, di mana kita kembali bertemu dan bekerja sama untuk mencapai kesepakatan besar."

Inisiatif AS

Sementara itu, para pejabat China bersikap hati-hati terhadap tujuan mereka dalam perundingan itu. Beijing pada Kamis menegaskan kembali seruannya kepada pemerintahan Trump untuk mencabut tarif sepihak pada China. Juru bicara Kementerian Perdagangan He Yadong mengatakan AS "perlu menunjukkan ketulusan untuk berbicara dan bersiap memperbaiki kesalahannya."

Song Hong, Wakil Direktur Institut Ekonomi di Akademi Ilmu Sosial China, lembaga think tank pemerintah terkemuka di Beijing, menilai langkah AS untuk menurunkan tarif bisa diikuti oleh China.

"AS harus mengambil inisiatif untuk mengurangi tarifnya terhadap China karena perang dagang ini dimulai dari pihaknya," kata Song. "Jika mereka memangkas pungutan menjadi, katakanlah 60% atau lebih rendah, saya yakin China akan mengikutinya dan menurunkan tarifnya pada barang-barang AS, dengan cepat."

Namun, tidak mungkin seluruh tarif akan dihapus, katanya, karena AS selama bertahun-tahun telah mencap China sebagai saingan strategis. "China tidak lagi memiliki khayalan bahwa kebijakan AS terhadap China akan berubah," ujar Song.

Berdampingan atau Berpisah

Meski ekspektasi untuk pembicaraan akhir pekan ini terbatas, fakta bahwa perundingan ini akan dilangsungkan memberikan alasan untuk optimis.

"AS dan China harus menemukan cara untuk hidup berdampingan atau berpisah, dan akan ada konsekuensi besar bagi ekonomi global dan tatanan dunia," kata Scott Kennedy, pakar ekonomi China dan hubungan ekonomi AS-China dari Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington. "Jadi, orang tidak bisa melebih-lebihkan pentingnya negosiasi ini."

Wakil Perdana Menteri China He Lifeng. (David Paul Morris/Bloomberg)

Di sisi lain, ia menambahkan, pembicaraan keduanya hanyalah awal dari proses panjang, sehingga akhir pekan ini merupakan "langkah kecil yang konstruktif dalam perjalanan sejauh 10.000 mil."

De-eskalasi yang tampaknya menjadi target pemerintahan Trump sebagian besar, berarti kembalinya tarif yang diumumkan Trump pada 2 April lalu pada yang disebutnya "Hari Pembebasan." Bea masuk itu memicu gejolak di pasar keuangan global dan eskalasi balasan cepat dari Beijing.

Tarif "timbal balik" sebesar 34% untuk barang-barang dari China yang diumumkan pada 2 April merupakan tambahan dari bea masuk 20% terkait fentanil yang diberlakukan Trump dalam beberapa pekan pertama masa jabatan keduanya.

Mereka juga menambahkan tarif 25% pada produk-produk China lainnya yang berlaku sejak masa jabatan pertama Trump. Artinya, meski AS kembali ke posisi semula pada awal April, beberapa barang China yang masuk ke AS akan dikenai tarif sebesar 79% atau lebih.

"Bahkan jika mereka memangkasnya menjadi setengah, tarif itu masih jauh melampaui level yang pernah kita lihat sebelumnya," kata Wendy Cutler, mantan negosiator perdagangan senior AS yang kini bekerja di Asia Society Policy Institute. "Mereka akan secara serius membatasi perdagangan."

Menurut perhitungan Bloomberg Economics, tarif yang berlaku pada China dan negara-negara lain di dunia telah menaikkan tarif rata-rata AS lebih dari 20 poin persentase menjadi 23%. Memotong tarif pada China kembali ke 34% yang Trump berlakukan pada 2 April akan mengurangi kenaikan tarif rata-rata menjadi 12,6 poin persentase.

Namun, hal ini masih akan menjadi kenaikan tarif terbesar yang pernah diberlakukan AS sejak tahun 1930 dan meninggalkan tembok tarif yang sangat tinggi di sekitar negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini. Bagaimanapun juga, kerugian ekonomi akan tetap signifikan.

Pukulan Ekonomi

Menurut Bloomberg Economics, level tarif saat ini akan menurunkan PDB AS sebesar 2,9% dan meningkatkan harga-harga inti sebesar 1,7% selama dua hingga tiga tahun. Dengan setengah dari tingkat tarif saat ini, hambatannya akan turun separuhnya, tetapi masih signifikan bagi ekonomi yang mengalami kontraksi pada kuartal I-2025 menjelang pemberlakuan bea masuk.

Ekonom lain berpendapat, tergesa-gesanya menumpuk persediaan menjelang tarif baru memberi pukulan pada pelaku bisnis AS—setidaknya untuk saat ini. Defisit perdagangan mencapai rekor pada Maret karena perusahaan-perusahaan buru-buru mengimpor produk, menunjukkan mereka telah menimbun persediaan sebagai penyangga.

Bahkan jika ada kesepakatan untuk mengurangi tarif dalam beberapa hari mendatang, bukan berarti AS dan China berlomba mencapai kesepakatan yang lebih luas untuk menyelesaikan perselisihan dagang mereka.

Melalui komentarnya pada pertemuan tertutup yang diadakan JPMorgan bulan lalu, Bessent mengatakan menurutnya akan membutuhkan waktu 2-3 tahun untuk mencapai kesepakatan dengan China.

Pada sidang Kongres pekan ini, Bessent ditanya apakah pembicaraan dengan China ada kemajuan. "Pada Sabtu, kami akan memulainya, yang menurut saya kebalikan dari kemajuan," jawabnya.

Proses Panjang

"Melalui pembicaraan ini, kita akan mengetahui apakah AS serius dan siap melakukan negosiasi yang berarti," kata Wu Xinbo, Direktur Pusat Studi Amerika Universitas Fudan di Shanghai. Namun, "negosiasi ini, setelah dimulai, akan menjadi proses yang panjang dan rumit. Jadi, ini baru permulaan. Janganlah terlalu berharap banyak."

Masing-masing pihak punya banyak alasan untuk mencurigai pihak lain. China ingin tarif AS turun ke level sebelum April dan tidak jelas apakah Trump siap melakukannya.

Kesepakatan awal yang diumumkan dengan Inggris pada Kamis membatalkan biaya tambahan baru sebesar 10% untuk impor Inggris, meski ada konsesi yang dibuat oleh pemerintah Inggris. 

Di pihak AS, belum jelas apakah China siap untuk memulai reformasi struktural, seperti mengakhiri subsidi industri dan praktik lain yang selama ini diperdebatkan oleh Washington untuk menyeimbangkan kembali perdagangan.

Kedua pihak juga tampaknya mendekati negosiasi akhir pekan ini dengan pandangan bahwa mereka memegang kendali, yang meningkatkan risiko salah perhitungan. Para pejabat AS tampaknya yakin ekonomi China lebih menderita daripada AS, sedangkan para pejabat China melihat jajak pendapat menunjukkan peringkat persetujuan Trump anjlok dan bagaimana kejatuhan pasar pada April membuatnya mencabut beberapa bea masuk barunya.

Donald Trump dan Xi Jinping./Bloomberg-Qilai Shen

Tentu saja, keduanya sangat menyadari audiens domestik mereka. Presiden Xi Jinping melihat adanya lonjakan sentimen patriotik di China yang mendesaknya untuk melawan tekanan AS, sementara Trump memiliki rekam jejak menyerang balik ketika dia merasa dipermalukan.

"Hambatan untuk mencapai kesepakatan adalah kebanggaan kedua pemimpin," kata Andrew Collier, pengamat China yang telah lama berkecimpung di Kennedy School of Government, Universitas Harvard.

"Dalam kasus Trump, ada janji-janjinya kepada basis politiknya bahwa dia akan 'mengatasi' defisit perdagangan melalui tarif," imbuh Collier.

"Xi masih berupaya mengendalikan militernya, seperti yang ditunjukkan dengan berbagai kampanye anti-korupsi. Dia juga harus menunjukkan kepada kelompok garis keras Politbiro bahwa dia tidak akan menunjukkan kelemahannya kepada AS."

(bbn)

No more pages