Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan terbuka terhadap pengembangan stablecoin di Indonesia, namun hal ini harus dilakukan secara hati-hati dan terkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) mengingat kedaulatan mata uang nasional tetap menjadi prioritas utama. 

Stablecoin adalah jenis mata uang kripto yang nilainya dipatok ke aset lain, seperti mata uang fiat atau emas, untuk menjaga kestabilan harga.

Deputi Direktur Inovasi Keuangan Digital OJK Lutfi Alkatiri menyampaikan, beberapa pelaku industri kripto telah mengajukan konsultasi mengenai stablecoin, namun belum ada yang masuk secara resmi ke dalam regulatory sandbox OJK. 

"Memang sudah ada beberapa yang konsultasi, tapi belum jadi peserta sandbox, tapi konsultasi ke kami. Dan ini kami koordinasikan juga ke Bank Indonesia (BI) bagaimana supaya bisa melihat ini sebagai satu-satu inovasi yang menarik. Setelah ini nanti kita juga bisa lihat sisi mitigasi risikonya yang kita pisahkan. Nah itu yang masih kita bahas. Terus mudah-mudahan sih jalan lah," ujar Lutfi dikutip Selasa (6/5/2025).

Lutfi menambahkan BI tersebut sejauh ini menunjukkan sikap terbuka terhadap diskusi mengenai stablecoin, meskipun tetap mempertimbangkan aspek pengawasan, anti-pencucian uang, dan perlindungan data. 

"[BI] cukup open-minded, tapi mereka melihat dari sisi pembayarannya dan juga terkait APU-PPT [Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme].. apakah punya akses yang cukup nggak nanti Bank Indonesia untuk melihat atau mengambil data atau mengawasi segala macamnya, segala seperti itu."

"Nah itu kalau misalnya sudah kita dapatkan model pengawasan yang pas untuk itu yang cocok mungkin [stabblecoin] bisa," jelasnya. 

Pada bagian lain, terkait aktivitas dalam ekosistem kripto seperti staking dan pembuatan validator nod, Lutfi menyebut, hal tersebut tidak perlu masuk sandbox apabila sudah pernah dilakukan sebelumnya dan sudah memiliki regulasi yang relevan di dalam negeri.

Validator node merupakan jaringan blockchain yang memiliki peran penting dalam memvalidasi transaksi dan memastikan keamanan jaringan.

Ilustrasi industri kripto dan teknologi Blockchain. (Angel Garcia/Bloomberg)

"Kalau sandbox itu jadi benar-benar sesuatu yang baru, belum ada aturan di Indonesia sehingga itu bisa masuk ke sandbox. Tapi kalau sudah ada yang pernah melakukan atau sudah pernah diatur ya itu nggak bisa masuk ke sandbox," jelas dia.

Sebagai informasi, aktivitas staking dan penyelenggaraan validator kini masuk dalam cakupan aturan aset keuangan digital yang sedang berada dalam proses transisi dari pengawasan Bappebti ke OJK.

Melalui Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (POJK 27/2024), OJK memastikan Penyelenggara Perdagangan Aset Keuangan Digital melakukan perdagangan Aset Keuangan secara teratur, wajar, transparan, dan efisien, serta memastikan penerapan tata kelola, manajemen risiko, integritas pasar, keamanan sistem informasi dan siber, pencegahan pencucian uang, dengan tetap memperhatikan pelindungan konsumen. 

POJK ini juga menetapkan kewajiban untuk memperoleh status izin bagi Penyelenggara Aset Keuangan Digital serta penyampaian pelaporan berkala dan insidental.

Saksikan video Bloomberg Technoz Podcast - TechnoZone yang bertajuk “OJK Bongkar Industri Crypto RI, Bakal Suram atau Cerah?” di Bloombergtechnoz.com bersama Host Pandu Sastrowardoyo, Co-Host Whery Enggo Prayogi dan Narasumber Deputi Direktur Inovasi Keuangan Digital OJK, Lutfi Alkatiri, serta Gilang Bhagaskara, CEO Blocksphere.


(prc/wep)

No more pages