“Bukan kita enggak mau mereka [LGES menggarap Proyek Titan], mereka yang terlalu lama.”
Bahlil menjelaskan Huayou telah menjadi mitra dari LGES dalam proyek Indonesia Grand Package. Proyek tersebut menargetkan pembangunan baterai kendaraan listrik dengan kapasitas 30 gigawatt hour (GWh).
Dalam perjalanannya, LG sudah membangun 10 GWh pertama dan kini tersisa 20 GWh. Sementara itu, Huayou berperan dalam penyediaan teknologi penambangan, smelter, dan lain-lain.
“LG itu teknologinya itu di ujung, makanya dibangun grand package,” tuturnya.
Awalnya, Proyek Titan didesain untuk mengimbangi akses pasar dan teknologi dari hilirisasi bijih nikel sampai baterai kendaraan listrik.
Lewat head of agreement (HoA) yang diteken pada 2021, pemerintah menggandeng konsorsium Korea Selatan yang dipimpin LGES untuk bermitra dengan IBC.
Konsorsium itu terdiri dari LG Chem, LG International, Posco dan satu mitra China yaitu Huayou. Akan tetapi, setelah LGES mundur, posisinya sebagai kepala konsorsium digantikan oleh Huayou.
IBC menyatakan perseroan juga tengah menjajakan Proyek Titan ke sejumlah negara untuk menjadi investor pendamping Huayou. Perusahaan membuka peluang untuk menggaet sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, Australia, Korea Selatan, Jepang, dan China.
Proyek Titan awalnya diestimasikan memiliki nilai investasi sebesar US$9,8 miliar (sekitar Rp164,5 triliun asumsi kurs saat ini).
Belakangan, investasi pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik ini menjadi sebesar US$8,6 miliar (sekitar Rp144,4 triliun asumsi kurs saat ini) setelah mengeluarkan rencana investasi LGES.
(mfd/wdh)





























