“Presiden tidak memiliki kewenangan untuk menaikkan pajak sesuka hati, namun itulah yang telah dilakukan Presiden Trump dengan tarif-tarif ini,” kata Jaksa Agung New York Letitia James dalam sebuah pernyataan.
“Donald Trump berjanji akan menurunkan harga dan meringankan biaya hidup, namun tarif-tarif ilegal ini justru akan berdampak sebaliknya bagi keluarga Amerika.”
Gugatan ini menyoroti penggunaan Undang-Undang Kewenangan Ekonomi Darurat Internasional oleh Trump, yang menurut gugatan tersebut digunakan untuk memberlakukan “tarif yang paling merugikan.”
Negara-negara bagian tersebut berargumen bahwa undang-undang tersebut disahkan lima dekade lalu untuk mencegah presiden menyalahgunakan kekuasaan darurat, dan hanya boleh digunakan untuk merespons “ancaman yang tidak biasa dan luar biasa.” Defisit perdagangan dan isu lain yang dikemukakan Trump tidak memenuhi standar tersebut, menurut gugatan mereka.
“Persyaratan hukum mengenai ‘ancaman yang tidak biasa dan luar biasa’ tidak terpenuhi oleh deklarasi darurat presiden yang menyertai Perintah Tarif Global,” kata para penggugat dalam dokumen tersebut.
“Sebagaimana diakui dalam Perintah Tarif Global, ‘defisit perdagangan barang tahunan AS’ bersifat ‘persisten’; maka, secara definisi, hal itu bukanlah sesuatu yang ‘tidak biasa dan luar biasa.’”
Gugatan ini muncul sehari setelah Trump meredam retorikanya soal tarif terhadap Tiongkok, ekonomi terbesar kedua di dunia. Namun, pasar global masih tetap gelisah mengingat betapa seringnya Trump berubah arah dalam isu ini.
Negara bagian lain yang ikut dalam gugatan tersebut adalah Oregon, Colorado, Connecticut, New Mexico, Vermont, Nevada, Delaware, Minnesota, dan Maine.
(bbn)






























