Di belakang rupiah, dolar Hong Kong dan yuan Tiongkok juga melemah tipis di bawah 0,1%.
Rupiah terlihat tertinggal dibanding mayoritas mata uang negeri jiran lain yang meraih penguatan cukup besar dalam empat hari perdagangan hampir sepekan.
Baht memimpin penguatan terhadap dolar AS di Asia, dengan kenaikan nilai 0,92%, disusul oleh rupee India yang menguat 0,69%, dolar Singapura 0,53%, juga dolar Taiwan 0,47%.
Peso juga menguat 0,41%, yen 0,4%, serta ringgit dan won Korsel masing-masing naik nilainya 0,36% dan 0,25%.
Penguatan mayoritas mata uang Asia dalam hampir sepekan ini sejalan dengan tren penurunan indeks dolar AS di pasar global.
DXY, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia tercatat melemah 0,6% week-to-date.
Pelemahan rupiah yang masih terjadi bahkan ketika tren dolar AS tengah turun, menjadi indikasi kinerja mata uang yang kurang baik.
Arus keluar modal asing terus berlanjut di pasar saham dengan nilai net sell selama bulan April saja telah mencapai US$ 1,12 miliar atau sekitar Rp18,9 triliun month-to-date.
Begitu juga di pasar surat utang, di mana sampai data terakhir per 14 April, asing sudah mencatat penjualan bersih sebesar Rp6,34 triliun dalam empat hari perdagangan terakhir.
Sementara di instrumen Sekuritas Rupiah (SRBI), pada pekan lalu, asing melepas sekitar Rp10,5 triliun, menurut laporan Bank Indonesia.
Cadev malah naik
Pada bulan Maret lalu, nilai cadangan devisa RI menembus level tertinggi dalam sejarah lagi di angka US$ 157,08 miliar. Bank Indonesia mengatakan kenaikan itu adalah bersumber dari penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
Yang menarik, meski rupiah mencatat penguatan sebesar 0,12% secara point-to-point pada Maret lalu, sejatinya pada bulan tersebut rupiah mengalami tekanan yang cukup besar hingga sempat menjebol level terlemah dalam 25 tahun atau sejak krisis moneter 1998 pada pekan terakhir Maret yaitu di level Rp16.620/US$.
Volatilitas tajam rupiah bukan hal yang menyenangkan bagi para pelaku usaha.
Nilai cadangan devisa yang besar sebenarnya bisa lebih optimal bila digunakan untuk memastikan rupiah lebih stabil hingga tak sampai menjebol level psikologis seperti yang terjadi pada Maret lalu.
Pada awal April ini, usai libur panjang Lebaran, rupiah bahkan sudah menembus level terlemah sepanjang sejarah dalam intraday trading di level Rp16.957/US$.
(rui)




























