Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas) tidak bertujuan untuk melarang anak-anak mengakses internet, melainkan membimbing mereka agar dapat mengenal teknologi secara aman dan bertanggung jawab. 

Ia juga menjelaskan jika pendekatan yang digunakan dalam PP ini bersifat bertahap, layaknya proses belajar mengendarai sepeda—dimulai dengan roda bantu sebagai pendukung, di mana terdapat keterlibatan anak-anak dalam proses pembentukan PP Tunas yang disebutnya sangat signifikan, yakni mendengarkan pendapat dari 350 anak.

"Ini merupakan komitmen kami bahwa aturan mengenai anak harus mengikutsertakan anak dalam prosesnya," ungkap Menkomdigi, Meutya Hafid, dalam keterangannya untuk acara Sosialisasi dan Kampanye PP Tunas di Universitas Udayana (Unud), Bali, dikutip Selasa (15/4/2025). 

Lebih lanjut, Meutya menyoroti pentingnya perlindungan anak di ruang digital. Berdasarkan data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), selama empat tahun terakhir terdapat 5.566.015 laporan kasus pornografi anak dari Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah laporan tertinggi keempat di dunia dan kedua di kawasan ASEAN.

Selain itu, 48% anak-anak Indonesia mengalami perundungan online, dan sekitar 80.000 anak di bawah 10 tahun terpapar judi online. "Data ini bukan sekadar angka, ini merupakan isu besar yang akan berdampak pada masa depan anak-anak di Indonesia. Kita tidak bisa tinggal diam melihat bagaimana ruang digital merusak anak-anak kita," tegasnya.

Dengan demikian, PP Tunas disebut menjadi wujud nyata komitmen pemerintah dalam melindungi generasi muda. Peraturan ini mengatur kewajiban para Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE)—seperti platform media sosial, permainan daring, situs web, dan layanan keuangan digital—untuk melaksanakan literasi digital dan melarang praktik profiling terhadap anak-anak untuk tujuan komersial.

Meutya juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, khususnya sektor pendidikan, untuk bersama-sama mengimplementasikan PP Tunas.

"Universitas Udayana adalah universitas pertama yang kami datangi setelah PP ini disahkan. Kami ingin berdiskusi langsung dengan civitas akademika untuk mendapatkan perspektif dan masukan terkait strategi komunikasi sosialisasi dari PP ini," jelasnya. 

Pemilihan Bali sebagai lokasi sosialisasi dinilai tepat karena budaya kekeluargaan yang kuat dinilai dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Udayana,  I Ketut Sudarsana, menyampaikan apresiasinya atas kunjungan Menkomdigi dan menegaskan kesiapan Unud dalam mendukung upaya pembentukan sumber daya manusia Indonesia berkualitas.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat, aman, dan beretika. Dalam sesi diskusi, Dosen Fakultas Hukum Unud, Edward Thomas Lamury Hadjon, menekankan pentingnya kejelasan dalam Pasal 15 PP Tunas yang mengatur tanggung jawab pemrosesan data pribadi anak.

"Pasal tentang wajib menentukan secara tegas pihak yang bertanggung jawab atas pemrosesan data pribadi anak sebaiknya diwajibkan langsung kepada PSE agar tidak dikelabui," sarannya.

Sementara itu,  Tedi Erviantono, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unud, menilai, "meskipun ada penyempurnaan, tapi pemerintah sudah ada upaya memproteksi generasi ini agar tidak sebebas-bebasnya mengakses konten yang belum sesuai dengan usianya."

Ni Made Swasti Wulanyani, dosen Psikologi Fakultas Kedokteran Unud, berharap agar ke depan terdapat pengaturan yang mempertimbangkan kesiapan mental anak dalam menggunakan teknologi digital.

Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto meresmikan PP Tuntas di di Istana Merdeka, Jumat (28/3/2025) sebagai bagian dari antisipasi kemajuan teknologi digital. Menurut Prabowo, anak-anak harus tumbuh secara kreatif, mandiri, hingga memiliki jiwa raga sehat sehingga paparan konten negatif dari media digital dinilai dirinya dapat membahayakan tumbuh kembang anak.

Makin Banyak Negara Perketat Aturan Platform Medsos, Ini Alasanya (Bloomberg Technoz/Asfahan)

(prc/wep)

No more pages