Level tersebut masih lebih lemah dibanding posisi penutupan pasar spot kemarin yaitu di Rp16.775/US$, mengisyaratkan gerak rupiah mungkin terbatas namun masih memiliki potensi penguatan.
Sentimen regional pagi ini sejatinya juga kurang mendukung untuk penguatan lebih lanjut. Mayoritas mata uang Asia pagi ini tertekan oleh dolar AS. Yen jadi yang terlemah pagi ini, disusul oleh won Korsel, dolar Singapura, ringgit juga. yuan offshore serta dolar Hong Kong.
Sementara itu, indeks saham di Asia masih cenderung optimistis di tengah kehati-hatian investor menghadapi ketidakpastian yang masih besar. Indeks saham Jepang Nikkei juga Kospi Korsel dibuka hijau.
Adapun sinyal dari pasar surat utang AS, US Treasury, juga membaik. Mayoritas yield UST terpantau turun pagi ini di mana tenor pendek 2Y terpangkas hingga 10,5 bps dan 10Y turun 11,4 bps.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent meredam kekhawatiran atas aksi jual di pasar obligasi baru-baru ini. Ia membantah spekulasi bahwa negara-negara asing tengah melepas kepemilikan atas surat utang AS, sembari menegaskan bahwa departemennya memiliki instrumen untuk merespons jika terjadi dislokasi pasar.
“Saya tidak melihat adanya aksi jual besar-besaran oleh investor asing,” kata Bessent dalam wawancara dengan Bloomberg Television saat berkunjung ke Buenos Aires, Argentina. Ia juga menyebut adanya peningkatan permintaan asing dalam lelang obligasi tenor 10 dan 30 tahun pekan lalu.
Investor masih kesulitan memperkirakan dampak ekonomi dari perang dagang, di tengah tarik-ulur dalam proses negosiasi. Meski pejabat AS menegaskan strategi tarif dirancang dengan matang, para kritikus menilai kebijakan tersebut lebih dipengaruhi oleh keputusan transaksional Trump.
Gedung Putih pada Senin mengumumkan penyelidikan dagang terhadap sektor semikonduktor dan farmasi—langkah awal yang dianggap membuka jalan bagi pemberlakuan tarif lebih luas, dan berpotensi memperbesar skala perang dagang AS di bawah pemerintahan Trump. Proses ini diperkirakan akan memakan waktu berbulan-bulan.
Pada bagian lain, Gubernur Federal Reserve Christopher Walker mengatakan, dampak inflasi dari perang dagang sifatnya akan sementara dengan pemotongan bunga acuan sangat mungkin terjadi pada semester II-2025.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan tren penguatan hari ini dengan target resistance potensial menuju Rp16.750/US$ hingga mencapai Rp16.710/US$.
Level resistance selanjutnya menarik dicermati pada Rp16.650/US$, yang saat ini makin mendekati resistance psikologis potensial.
Adapun rupiah terkonfirmasi memiliki resistance potensial ada di Rp16.600/US$, yang tercermin dari time frame daily dengan keberhasilan break resistance pertama sebelumnya.
Sementara itu, nilai rupiah juga terkonfirmasi memiliki support Rp16.800/US$ dari posisi saat ini, sementara range support rupiah di antara Rp16.900/US$ sampai dengan Rp17.000/US$.
Survei konsumen
Hari ini, Bank Indonesia akan merilis laporan survei konsumen edisi bulan Maret yang akan memberikan petunjuk lebih baru tentang kondisi keuangan masyarakat Indonesia juga keyakinan terhadap prospek ekonomi domestik.
Sebelumnya pada laporan terakhir untuk Februari, terungkap bila masyarakat Indonesia menilai kondisi ekonomi akan semakin memburuk ke depan di kala penghasilan kian tertekan, ketersediaan lapangan kerja makin sempit dan kegiatan dunia usaha semakin lesu.
Situasi ekonomi dinilai masih stagnan, tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan, karena pekerjaan yang sulit didapatkan serta gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terus berlanjut di berbagai sektor industri.
Hasil survei juga menunjukkan, kondisi keuangan masyarakat RI tertekan oleh peningkatan pengeluaran jelang kedatangan Ramadan pada awal bulan Maret.
Kebutuhan konsumsi yang lebih besar jelang Ramadan itu, terlihat mulai menguras alokasi tabungan masyarakat. Rasio tabungan masyarakat RI pada Februari, anjlok ke level terendah sejak 2021 hingga di bawah 15%. Sementara pengeluaran untuk cicilan utang juga hanya berkurang sedikit.
(rui)
































