Logo Bloomberg Technoz

Pergerakan harga emas meski terkoreksi dari level rekornya saat ini, masih membukukan capaian luar biasa sejauh ini. Sepanjang 2025 saja, kenaikan harga emas sudah mencapai 20%. 

Lonjakan harga emas sudah melampaui capaian return investasi di aset berisiko yang agresif seperti saham.

Mengutip Bloomberg News, pergerakan harga logam berharga ini saat ini telah mencapai total kenaikan indeks saham S&P 500, menutup celah di antara keduanya yang sempat melebar sejak pandemi lalu.

Kenaikan harga emas sudah menutup celah dengan pergerakan indeks S&P 500 yang menurun (Bloomberg)

Kini dengan pamor dolar AS terus merosot, ditambah volatilitas harga surat utang seperti US Treasury juga masih lemahnya selera investor masuk lagi ke saham, emas memiliki yang dibutuhkan untuk melanjutkan kenaikan.

Selain didukung oleh prospek bunga acuan yang lebih rendah, harga emas masih potensial melanjutkan kenaikan terutama bila gejala resesi terlihat menguat, juga bila animo bank sentral terutama Tiongkok dalam memborong emas batangan berlanjut.

Para analis dari bank investasi besar memperkirakan, rekor harga emas masih mungkin akan kembali pecah dalam waktu dekat, yakni di level US$3.500 per troy ounce, bahkan hingga posisi US$4.500 per troy ounce.

Dengan demikian, bila menghitung dari posisi harga saat ini, emas masih memiliki peluang kenaikan antara 8,3% hingga 40% untuk menyentuh US$4.500 per troy ounce.

Goldman Sachs, memperkirakan harga emas di pasar spot dunia berpeluang menjebol level tertinggi baru di US$3.700 per troy ounce pada akhir tahun ini.

Analis Goldman membeberkan, untuk bisa menyentuh level US$4.000 per troy ounce, perlu dorongan dari pembelian bank sentral terhadap emas sebesar 100 ton per bulan secara konsisten.

ETF emas, kontrak investasi kolektif berbasis emas, juga diperkirakan akan menyentuh level pandemi pada akhir tahun ini. 

"Emas cukup masuk akal mendekati US$4.500 pada akhir tahun ini. [Namun] kami melihat ini sebagai peristiwa dengan probabilitas yang sangat rendah, tetapi memasukkannya untuk menggambarkan kenaikan harga emas yang nonlinier," kata Lina Thomas, analis Goldman, dilansir dari Bloomberg News.

(rui)

No more pages