Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi pembiayaan anggaran sampai Maret 2025 tercatat mencapai Rp250 triliun atau 40,6% dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025.
Berdasarkan paparan Kemenkeu, angka ini melonjak nyaris tiga kali lipat dibanding realisasi pembiayaan anggaran pada periode yang sama tahun lalu, yakni Rp83,97 triliun atau 16,06% dari APBN.
Secara rinci dipaparkan, realisasi pembiayaan utang sampai Maret 2025 tercatat sebesar Rp270,4 triliun atau 34,8% dari APBN. Angka ini melonjak dari realisasi periode yang sama tahun lalu, yakni hanya Rp105,6 triliun atau 16,3% dari APBN.
Realisasi pembiayaan utang terdiri dari, penerbitan surat berharga negara (SBN) mencapai Rp282,6 triliun atau 44% dari APBN, melonjak dari periode yang sama tahun lalu hanya Rp104 triliun atau 15,6% dari APBN. Kemudian, realisasi pinjaman tercatat -Rp12,3 triliun.
Dari sisi pembiayaan non-utang tercatat Rp20,4 triliun. Alhasil, total pembiayaan anggaran per Maret 2025 yang berasal dari penerbitan utang dikurangi dengan realisasi pinjaman dan pembiayaan non-utang, yakni menjadi Rp250 triliun atau 40,6% dari APBN. Angka ini melonjak drastis dibanding realisasi pembiayaan anggaran Maret 2024.
Menanggapi realisasi pembiayaan anggaran, terutama utang pemerintah yang melonjak drastis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pemerintah memang secara sengaja mengeksekusi pembiayaan utang pada awal tahun atau biasa disebut dengan istilah front loading.
"Jadi kalau kita melakukan front loading bukan karena tidak punya uang, karena itu memang strategi dari issuance (penerbitan) untuk mengantisipasi ketidakpastian yang pasti akan membuat kenaikan," ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi, dikutip Kamis (10/4/2025).
Jadi, Bendahara Negara mengaku pemerintah akan tetap menjaga APBN, terutama realisasi utang dan defisit anggaran agar tetap hati-hati dan transparan.
"Defisit anggaran kami patok tetap 2,53%, itu artinya defisit Rp616 triliun. Sampai sekarang, defisit dan pembiayaan kami bisa terbitkan Rp250 triliun, untuk SBN Rp282 triliun. Memang terjadi kenaikan karena kita melakukan front loading mengantisipasi bahwa Donald Trump akan membuat banyak disrupsi," papar Sri Mulyani.
Dalam paparan Bendahara Negara tercantum, pemerintah telah mengantongi pendapatan negara sebesar Rp516,1 triliun per Maret 2025. Angka ini tercatat menurun 16,7% dibanding realisasi pendapatan negara pada periode yang sama tahun lalu Rp620 triliun.
Dalam laporan tersebut diketahui, hampir seluruh jenis penerimaan merosot, kecuali penerimaan bea cukai.
Dalam hal ini, pendapatan negara terdiri dari penerimaan perpajakan per Maret 2025 tercatat Rp400,1 triliun, atau menyusut 13,5% dibanding realisasi Maret 2024 yang mencapai Rp462,9 triliun. Kemudian, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat Rp115,9 triliun, merosot 26% dibanding realisasi sebelumnya, Rp156,7 triliun.
Rinciannya, penerimaan perpajakan terbagi menjadi, penerimaan pajak Rp322,6 triliun, menurun 18,1% dibanding realisasi sebelumnya Rp393,9 triliun. Terakhir, penerimaan bea cukai sebesar Rp77,5 triliun, meningkat 12,3% dibanding realisasi tahun lalu Rp69 triliun.
"Realisasi belanja per Maret 2025 sebesar Rp413,2 triliun. Angka ini terdiri dari belanja non-K/L Rp217,2 triliun dan belanja K/L Rp196,1 triliun," demikian tercantum dalam paparan Sri Mulyani, dikutip Rabu (9/4/2025).
Jika dibandingkan dengan kinerja realisasi belanja negara pada Maret 2024 yang sebesar Rp611,9 triliun, angka terkini menyusut 32,4%. Dengan rincian, belanja non-K/L meningkat, sementara belanja K/L merosot.
Sementara itu, realisasi transfer ke daerah tercatat Rp207,1 triliun, atau meningkat 12,3% dibanding realisasi tahun lalu, yakni Rp184,32 triliun.
Pada Maret 2025, kondisi keseimbangan primer anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mengalami surplus Rp17,5 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni mencatat surplus mencapai Rp122,09 triliun.
Alhasil, defisit anggaran pada Maret 2025 telah mencapai Rp104,2 triliun atau 16,9% dari APBN dan 0,43% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini jauh lebih besar dibanding kondisi defisit anggaran pada Maret 2024 yang tercatat hanya Rp83,97 triliun.
(lav)