Sekadar catatan, Permendag No. 8/2024 acapkali dituding sebagai salah satu biang permasalahan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Permendag tersebut bahkan sampai membuat reaksi sejumlah asosiasi atau kalangan pengusaha, hingga pekerja TPT yang terdampak PHK, melakukan unjuk rasa.
Kedua, Bhima melanjutkan, sektor otomotif dan elektronik Indonesia berada di ujung tanduk dengan tarif resiprokal 32% terhadap Indonesia.
Bhima menggarisbawahi total ekspor produk otomotif Indonesia pada 2023 ke AS adalah US$280,4 juta setara Rp4,64 triliun (Kurs 16.600). Selain itu, rata-rata pertumbuhan ekspor produk otomotif ke AS adalah 11% pada 2019-2023.
Menurutnya, pertumbuhan bisa menjadi negatif begitu ada kenaikan tarif yang luar biasa. Pertama, konsumen AS menanggung tarif dengan harga kendaraan yang lebih mahal yang mengakibatkan penjualan kendaraan bermotor turun.
Kedua, probabilitas resesi ekonomi AS naik karena permintaan lesu. Bhima mengatakan, korelasi ekonomi Indonesia dengan AS adalah setiap 1% penurunan pertumbuhan ekonomi AS maka ekonomi Indonesia turun 0,08%.
Ketiga, produsen otomotif Indonesia tidak semudah itu beralih (shifting) ke pasar domestik, karena spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor berbeda.
"Imbasnya pemutusan hubungan kerja [PHK] dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri," ujarnya.
Bukan hanya otomotif, kata Bhima, tetapi juga komponen elektronik. Hal ini terjadi karena adanya keterkaitan antara produsen elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor. "Ekspor Indonesia tertinggi ke AS adalah komponen elektronik. Jadi elektronik ikut terdampak juga
Neraca dangang Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) tercatat masih mengalami surplus terbesar dibandingjkan dengan mitra dagang lainnya. Ini menunjukkan belum ada penerapan tarif yang signifikan terhadap produk-produk Indonesia yang di ekspor ke negara tersebut.
Neraca dagang Indonesia dengan AS sepanjang Februari 2025 mencapai US$1,57 miliar. Setelah AS, tiga besar mitra dagang dimana Indonesia mengalami surplus, India senilai US$1,27 miliar dan Filipina senilai US$753,3 juta.
"Komoditas penyumbang surplus Februari 2025, negara Amerika Serikat tentu surplus didorong mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian dan asesoris (rajutan) dan alas kaki," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, saat menyampaikan rilis neraca dagang Indonesia Februari 2025, Senin (17/3/2025).
(dhf)

































