Indeks dolar AS kembali ditutup menguat 0,2% pada perdagangan Rabu walau masih di kisaran 103,6. Pada Kamis pagi ini, indeks yang mengukur nilai the greenback terhadap enam mata uang utama dunia tersebut, bergerak tak jauh dari kisaran tersebut.
Di kala indeks dolar AS ditutup menguat, rupiah offshore di pasar New York dini hari tadi juga ditutup sedikit menguat di level Rp16.466/US$. Namun, pada Kamis pagi ini rupiah NDF kembali melemah di kisaran Rp16.481/US$ pada pukul 07:38 WIB, seperti ditunjukkan data realtime Bloomberg.
Level itu cukup berjarak dengan posisi penutupan rupiah spot kemarin di Rp16.445/US$. Hal itu mengisyaratkan rupiah masih memiliki potensi tertekan melemah lagi, terutama bila laporan hasil kinerja fiskal RI pada Januari dan Februari 2025, lebih buruk terutama dari sisi pelebaran defisit akibat penerimaan negara yang anjlok.
Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, mayoritas mata uang di kawasan bergerak di zona hijau alias menguat, dipimpin oleh baht 0,21%, lalu won Korsel 0,12%, ringgit 0,07%, dolar Singapura 0,05% dan yuan offshore 0,04%. Hanya yen Jepang saja yang merah dengan pelemahan tipis 0,05%.
Stabilnya yield Treasury, surat utang AS, di level lebih rendah dalam beberapa waktu terakhir, membuat selisih imbal hasil investasi dengan surat utang RI menjadi lebih lebar, mencapai 260 basis poin saat ini.
Hal itu mungkin bisa menaikkan daya tarif obligasi RI. Hanya saja, dengan rupiah terus melemah serta risiko fiskal yang sudah di depa mata, animo investor mungkin akan terjegal kendati spread makin melebar.
Defisit fiskal RI
Rupiah kemungkinan akan lebih banyak terdampak sentimen domestik yang sejauh ini cenderung memburuk.
Data terakhir kinerja perdagangan ritel yang dilansir oleh Bank Indonesia kemarin, menunjukkan, penjualan eceran pada Februari menjadi kinerja penjualan jelang musim perayaan yang terlesu sejak pandemi.
Penjualan ritel pada Februari hanya naik 0,8% month-on-month, sedikit menggeliat dibanding Januari yang terkontraksi 4,7%. Sementara dalam hitungan tahunan, Indeks Penjualan Riil pada Februari bahkan terkontraksi hingga -0,5% year-on-year, setelah pada Januari naik tipis 0,5%.
Di sisi lain, laporan keuangan negara alias APBNKita yang sudah cukup lama dinanti oleh pelaku pasar, akan diumumkan pagi ini pukul 10.00 WIB.
Para investor akan mengantisipasi kondisi fiskal RI di bawah Presiden Prabowo Subianto yang ditengarai mengalami penurunan pendapatan cukup dalam di tengah belanja yang masih besar. Itu pada akhirnya diperkirakan akan membuat defisit fiskal menjadi melebar.
Sebelumnya, beberapa lembaga keuangan asing telah memberikan peringatan akan adanya risiko pelebaran defisit fiskal tersebut yang akan berdampak pada prospek surat utang negara.
Hasil survei Bloomberg terhadap 33 ekonom pada akhir Februari lalu, memperkirakan, defisit fiskal RI akan melebar menjadi 2,6% dari PDB pada kuartal ini.
Angkanya akan makin meningkat menjadi 2,9% pada kuartal II-2025. Baru pada separuh kedua tahun ini, defisit fiskal sedikit turun jadi 2,8% pada kuartal III-2025 dan sebesar 2,7% pada kuartal IV-2025.
Lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings, memperkirakan, defisit fiskal RI tahun ini kemungkinan naik menjadi 2,5% dari Produk Domestik Bruto, lebih tinggi ketimbang 2,4% pada 2024.
"Kami memperkirakan ada kenaikan defisit fiskal yang ringan dalam beberapa tahun mendatang untuk mengakomodasi belanja tambahan pemerintah dan investasi infrastruktur," demikian dikutip dari Fitch.
Sedangkan Goldman Sachs, memprediksi, defisit fiskal RI tahun ini akan menyentuh 2,9%, lebih tinggi ketimbang perkiraan semula yakni 2,5% dari PDB.
Senada, perusahaan riset multinasional Inggris, anak usaha Fitch Solutions dari Fitch Group, yaitu BMI. Lembaga ini memprediksi defisit APBN tahun ini akan menyentuh 3%, batas atas yang diizinkan oleh Undang-Undang, menyusul langkah belanja ekspansif pemerintah di tengah absennya rencana konkret memperluas basis pajak.
Analisis BMI menyebut, defisit fiskal rata-rata akan di kisaran 3% selama lima tahun ke depan. "Kurangnya perencanaan konkret untuk memperluas basis pajak bisa membahayakan posisi fiskal Indonesia karena presiden ingin meningkatkan belanja publik untuk agenda kebijakannya," demikian dinyatakan oleh BMI dalam catatannya.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah masih berpotensi melemah, dengan level support terdekat ada di Rp16.480/US$ yang menjadi support pertama. Sedangkan target pelemahan kedua akan tertahan di Rp16.500/US$.
Apabila dua level support itu tertembus, rupiah berpotensi melemah makin dalam menuju level Rp16.550/US$ sampai dengan Rp16.600/US$ sebagai support terkuat.
Jika nilai rupiah terjadi penguatan hari ini, resistance menarik dicermati pada level Rp16.410/US$ dan selanjutnya Rp16.350/US$ secara potensial.
(rui)





























