Logo Bloomberg Technoz

Bank Indonesia mengatakan, penurunan itu disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri Pemerintah RI dan kebutuhan stabilisasi rupiah melalui intervensi di pasar. Meski turun, nilai cadev itu masih di atas kecukupan internasional karena setara dengan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah RI.

Selama Februari, rupiah merosot nilainya hingga 1,7%. Gejolak pasar global yang memuncak persis sepekan lalu, sempat menjatuhkan rupiah ke level terlemah sejak 1998 menyentuh Rp16.592/US$.

Arus keluar modal asing selama bulan lalu tercatat lebih dari Rp7 triliun dari pasar saham saja. Dari instrumen Sekuritas Rupiah (SRBI), asing membukukan penurunan posisi net buy sebesar Rp5,26 triliun dibanding posisi akhir Januari. Sedangkan dari pasar surat utang negara, asing masih mencatat net buy senilai Rp8,86 triliun.

Musim dividen

Memasuki Maret ini investor asing terlihat mulai kembali berbelanja di pasar domestik akan tetapi masih relatif kecil.

Di pasar saham, misalnya, investor nonresiden mencatat net buy Rp343 miliar week-to-date. Sedangkan di pasar surat utang negara, asing mencetak penambahan kepemilikan sebesar Rp5,49 triliun selama Maret ini hingga data Kamis lalu.

Meski modal asing mulai masuk lagi, BI agaknya belum akan berani memangkas bunga acuan dalam waktu dekat bahkan ketika telah terjadi deflasi yang langka pada bulan lalu.

BI kemungkinan masih akan memprioritaskan stabilisasi nilai tukar terutama ketika musim pembagian dividen datang bulan ini hingga bulan depan, yang biasanya mengerek permintaan dolar AS di pasar serta memantik outflows lebih besar.

"Dalam pandangan kami, BI sepertinya tidak akan memakai data ini [IHK pada Februari] untuk menjustifikasi keputusan pemangkasan bunga acuan dalam waktu dekat. Waktu pemangkasan BI rate akan ditentukan oleh pergerakan rupiah ketimbang fundamental inflasi harga seperti dikatakan Gubernur Perry," kata tim analis Mega Capital Sekuritas dalam catatannya.

Rupiah dinilai masih rentan terutama karena gonjang ganjing pasar global terkait ketidakpastian kebijakan tarif impor AS. Perlu dicatat, ketika rupiah tergerus hingga 1,7% bulan lalu, indeks dolar AS tengah melemah 0,7% pada periode yang sama hingga di level 107,61.

"Deflasi tahunan yang jarang terjadi itu tidak akan membuat BI takut karena penurunan karena diskon sementara tarif listrik, bukan karena penurunan permintaan. BI mungkin sudah memperhitungkan itu dan lebih fokus pada inflasi inti. Kami perkirakan peluang menahan BI Rate lebih besar ketimbang menurunkannya," kata Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson.

Meski peluang memangkas bunga acuan bulan ini cenderung kecil, ada potensi posisi cadangan devisa pada akhir Maret nanti akan meningkat. Hal itu sejurus dengan dimulainya penerapan kebijakan mandatori penempatan Devisa Hasil Ekspor 100% selama 12 bulan di dalam negeri.

(rui)

No more pages