Kinerja rupiah sepekan ini juga menjadi yang terburuk di Asia setelah won Korsel yang ambles 1,77%.
Sementara bila menghitung kinerja dua bulan ini, rupiah adalah mata uang terburuk di Asia dengan pelemahan mencapai 2,88% year-to-date, ketika mayoritas mata uang Asia masih berhasil menguat melawan dolar AS.
Perang dagang memanas
Keterpurukan rupiah pada pekan ini memang tak sendirian. Di belakang rupiah, semua mata uang Asia 'rontok' pekan ini tergulung fenomena strong dollar yang kembali panas tersulut perang tarif Presiden AS Donald Trump.
Indeks dolar AS kembali bangkit menyentuh 107,3 sore ini. Sentimen 'Trump Trade' terlihat kembali berkobar di pasar di mana ketidakpastian yang meningkat di ekonomi global, memicu para pemilik modal keluar dari aset-aset yang dinilai lebih berisiko dan menyerbu aset safe haven. Dalam hal ini adalah dolar AS.
Gejolak pasar merata terjadi di semua belahan bumi setelah Trump memberi tambahan tarif impor pada China sebesar 10% yang akan berlaku mulai 4 Maret nanti, setelah sebelumnya telah mengenakan 10% tarif pada Tiongkok pada awal Februari.
China mengancam akan mengambil tindakan balasan terhadap kebijakan tarif baru yang diumumkan Presiden AS Donald Trump, memperbesar potensi ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia.
"Jika AS bersikeras bertindak sesuka hati, China akan merespons dengan semua langkah yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan sahnya," ujar juru bicara Kementerian Perdagangan China, Jumat (28/2/2025). Sebelumnya, Beijing telah berjanji akan mengambil langkah “setimpal” sebagai respons terhadap tarif yang dikenakan Washington.
Reaksi China ini muncul hanya beberapa jam setelah Trump mengumumkan tarif tambahan sebesar 10% yang akan berlaku mulai 4 Maret.
Ia mengklaim kebijakan ini diperlukan untuk menanggulangi aliran obat-obatan terlarang dari negara-negara tetangga Amerika Utara yang "sangat tinggi dan tidak dapat diterima," serta menuduh China berperan dalam rantai pasokannya. Tarif baru ini menambah beban dari kebijakan sebelumnya, yang sudah mengenakan tarif 10% pada awal bulan, dan menjadi bagian dari strategi Trump yang mencakup sektor teknologi serta investasi.
Dana asing 'minggat'
Kejatuhan rupiah hari ini berlangsung seiring kemerosotan IHSG yang makin dalam. IHSG pekan ini ditutup di level 6.270, terendah dalam lima tahun terakhir.
Kemerosotan IHSG hari ini juga mencerminkan penurunan indeks hingga lebih dari 20% dari level all time high yang terjadi pada September lalu.
IHSG yang rontok itu terutama karena hengkangnya dana asing yang tak terhenti. Dalam sebulan terakhir sampai perdagangan Kamis, asing telah melepas posisi di saham domestik senilai US$ 446,3 juta atau sekitar Rp7,34 triliun dengan kurs dolar AS saat ini.
Bila menghitung sejak posisi akhir tahun lalu, dana asing sudah keluar dari pasar saham Indonesia senilai US$ 1,16 miliar atau sekitar Rp19,3 triliun.
Bukan hanya di saham saja, investor asing kabur. Di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), mengacu data terakhir yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, sepanjang tahun ini hingga data setelmen 20 Februari, asing mencatat posisi beli neto di SRBI sebesar Rp3,23 triliun.
Dibandingkan dengan posisi pada akhir Januari lalu yang masih sebesar Rp12,93 triliun, terdapat penurunan posisi investor asing di SRBI sebesar Rp9,7 triliun selama bulan ini hingga 20 Februari lalu.
Di pasar surat utang, minat asing masih lebih bertahan. Mengacu data Kementerian Keuangan RI yang dilansir terakhir pada 26 Februari, kepemilikan asing di SBN mencapai Rp892,81 triliun. Angka itu bertambah sekitar Rp11,52 triliun dibanding posisi akhir Januari (point-to-point).
(rui)































