Hal ini dikarenakan Freeport menjanjikan perbaikan smelter katoda tembaganya di Manyar, Gresik, Jawa Timur bisa rampung pada pekan ketiga Juni, sedangkan operasinya bisa dimulai pada pekan keempat bulan yang sama.
“Nah, atas dasar itu kemudian kita pemerintah lewat rapat terbatas [ratas] setelah memutuskan untuk Freeport dapat diperpanjang ekspornya sampai dengan pabrik yang rusak itu selesai. Kapan selesainya? Juni,” ucap Bahlil ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (21/2/2025).
Pun demikian, dia memahami bahwa operasional penuh dari smelter katoda senilai US$3 miliar itu tidak akan bisa begitu saja dimulai per Juni. Dengan demikian, masih ada peluang Freeport mendapatkan relaksasi ekspor lanjutan secara bertahap.
Terkait dengan kuota ekspor konsentrat yang diberikan kepada Freeport, Bahlil enggan mengonfirmasi. Namun, Bahlil menegaskan Freeport akan dikenai BK maksimal atas persetujuan ekspor konsentrat yang diberikan pemerintah.
“Ini sudah dibicarakan dengan Kementerian Keuangan, karena itu kan lintas kementerian, bukan hanya di ESDM. Itu ada Kementerian Perdagangan, Kemenkeu, dan ESDM, dan langsung dipimpin oleh Menko [Perekonomian] dalam pembicaraan itu.”
Sejak Mei 2024, Freeport membayar bea keluar dengan tarif 7,5% untuk ekspor konsentratnya. Tarif ini berlaku untuk konsentrat tembaga dengan kadar hingga 15% Cu. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 38/2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Adapun, larangan ekspor konsentrat tembaga semestinya resmi berlaku sejak 1 Januari 2025. Hal ini termaktub pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 6/2024 tentang Penyelesaian Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri telah berlaku sejak 1 Januari 2025.
(wdh)





























