Bloomberg Technoz, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencabut penyaluran insentif kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) untuk sektor penghiliran atau hilirisasi mineral dan batu bara (minerba) per Januari 2025.
KLM merupakan insentif yang ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui pengurangan giro bank di BI dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata. Pemberian insentif dilakukan berdasarkan pencapaian penyaluran kredit/pembiayaan bank kepada sektor-sektor tertentu secara ditargetkan.
"Hilirisasi minerba sudah tidak diberikan per Januari 2025," ujar Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) BI Nugroho Joko Prastowo dalam agenda Pelatihan Wartawan Ekonomi Nasional di Aceh, Jumat (7/2/2025).
Alasannya, sektor tersebut sudah dianggap prospektif untuk menggaet pembiayaan. Sehingga, pembiayaan untuk sektor hilirisasi minerba tetap berjalan meski tanpa penyaluran insentif KLM.
Dengan demikian, penyaluran insentif KLM bakal diprioritaskan kepada sektor industri yang padat karya dan bukan padat modal.
"Kalau hilirisasi pangan masih karena masuk pertanian. Sekarang justru tujuannya kepada sektor prioritas yang didukung terlebih yang padat karya," ujarnya
Hingga pekan kedua Januari 2025, BI melaporkan telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp295 triliun. Angka itu meningkat 13,8% dibanding kinerja penyaluran insentif KLM pada akhir Oktober 2024 lalu, yakni Rp259 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan insentif telah disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp129,1 triliun. Selanjutnya, untuk bank bank umum swasta nasional sebesar Rp130,6 triliun, bank perekonomian daerah sebesar Rp29,9 triliun, dan kantor cabang bank asing sebesar Rp5 triliun.
"Mulai 1 Januari 2025, insentif KLM telah disalurkan pada sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Perry dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulanan, Rabu (15/1/2025).
Sektor-sektor yang dimaksud antara lain: sektor pertanian, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan serta pariwisata dan ekonomi kreatif. Kemudian, sektor konstruksi, real estate, dan perumahan rakyat, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengakui bahwa 85% industri penghiliran atau hilirisasi nikel di dalam negeri masih dikuasai oleh asing.
Menurutnya, hal ini berkaitan dengan perbankan luar negeri yang lebih berminat untuk mendanai proyek hilirisasi nikel di Indonesia dibandingkan dengan perbankan dalam negeri.
“Untuk industrinya, itu saya jujur mengatakan dikuasai 85% oleh asing. [..] Andaikan pun ada [bank dalam negeri], equity-nya besar 30%—40%. Pertanyaan saya, pengusaha siapa yang punya uang 30%—40% untuk menjadi equity? Andaikan pun ada, pengusahanya itu lagi, itu lagi, itu lagi. Kalau tidak bapaknya, anaknya, kalau tidak anaknya, cucunya, kalau tidak keponakannya. Nah, kita kan tidak mau seperti ini,” ujar Bahlil dalam agenda BNI Investor Daily Summit 2024, Rabu (9/10/2024).
Bila perbankan luar negeri yang memberikan kredit, kata Bahlil, terdapat persyaratan yang diberikan, salah satunya adalah memasukan hasil transaksi ke rekening bank yang dipinjam.
(lav)

































