Sementara 10 sekolah lainnya memiliki kebijakan yang lebih terbuka, di mana siswa diperbolehkan menggunakan ponsel pada waktu istirahat, makan siang, atau di area tertentu.
Adapun hasil penelitian yang didanai oleh National Institute for Health and Care Research (NIHR) ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam aspek kesehatan mental (tingkat kecemasan dan depresi), aktivitas fisik dan tidur, dan hasil akademik (pencapaian dalam mata pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika serta tingkat perilaku mengganggu di kelas), antara siswa di sekolah yang menerapkan larangan ponsel maupun yang tidak.
Meskipun larangan penggunaan ponsel di sekolah mengurangi rata-rata penggunaan harian siswa sekitar 40 menit dan media sosial sekitar 10-30 menit, tetapi dampaknya masih tergolong kecil.
Studi tersebut juga menegaskan bahwa kebijakan sekolah yang melarang penggunaan ponsel untuk rekreasi tidak menyebabkan pengurangan yang signifikan dalam keseluruhan waktu yang dihabiskan siswa untuk menggunakan ponsel dan media sosial.
Profesor Miranda Pallan dari Universitas Birmingham, yang juga merupakan penulis senior dalam studi ini, menambahkan bahwa kebijakan sekolah bukanlah solusi ajaib untuk mengatasi dampak buruk ponsel dan media sosial.
"Makalah ini menunjukkan bahwa kebijakan terbuka terhadap penggunaan ponsel di sekolah tidak serta-merta menghasilkan hasil yang lebih baik bagi siswa. Untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan remaja, perlu ada pendekatan yang lebih luas dalam mengatur penggunaan ponsel secara keseluruhan," kata Prof. Pallan.
Data penelitian juga menunjukkan bahwa, baik di sekolah dengan kebijakan yang melarang maupun memperbolehkan, rata-rata siswa masih menghabiskan waktu sekitar 4-6 jam per hari menggunakan ponsel. Temuan ini menunjukkan bahwa larangan sekolah tidak cukup untuk mengurangi ketergantungan siswa terhadap media sosial.
(prc/spt)
































