Selain itu, Meutya mengungkapkan langkah ini dilakukannya untuk mengurangi risiko paparan konten negatif serta eksploitasi anak di ruang siber, di mana berdasarkan data yang dikumpulkannnya, lebih dari 48% anak Indonesia mengalami perundungan online.
"Satu klik saja salah, dia [anak-anak] akan terpapar terhadap konten negatif. Kemudian hanya dengan satu pesan, kalau di sosmed kan kadang mengirimkan pesan saja, anak itu langsung terpapar kepada korban predator digital. Hanya dengan satu kepercayaan yang salah, dia bisa menjadi korban eksploitasi di ruang siber," ungkapnya.
Dengan demikian, pemerintah tengah menggodok skema regulasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) sebelum nantinya disusun menjadi Undang-Undang (UU). Menurut Meutya, PP ini ditargetkan rampung sebelum bulan Ramadhan tahun ini agar dapat segera diterapkan.
Di samping itu, Komdigi telah menerapkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN), sebuah aplikasi yang dirancang untuk mengawasi konten negatif dan ilegal di internet Indonesia.
Sekadar catatan, SAMAN bertujuan untuk memastikan kepatuhan penyelenggara sistem elektronik dalam lingkup privat atau User Generated Content (PSE UGC). Melalui SAMAN, Kemenkomdigi akan memastikan PSE bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta menciptakan ruang digital yang lebih aman.
Kategori pelanggaran yang akan diawasi melalui SAMAN meliputi pornografi anak, pornografi umum, terorisme, perjudian online, aktivitas keuangan ilegal seperti pinjaman online ilegal, serta makanan, obat, dan kosmetik ilegal.
"Kami secara rutin, mungkin sebulan, memanggil [PSE] dalam rangka, merapkan sistem baru ini, yaitu SAMAN, di mana disebutkan aturannya adalah, kalau 1x4 jam, kami menemukan konten pornografi anak, dan mereka tidak mengetahui, mereka akan terkena ranah denda," pungkasnya.
(ain)

































