Logo Bloomberg Technoz

Lebih lanjut, dia menyebut beberapa faktor akan menekan harga minyak mentah dalam jangka menengah, seperti; perkembangan terakhir data inventaris minyak mentah AS dan prospek produksi minyak Nigeria yang diperkirakan meningkat di atas kuota OPEC+.

Selain itu, seruan "drill baby drill" Trump dan janji untuk memacu ekspor migas AS ke seluruh dunia membuat harga komoditas energi fosil secara umum bisa lebih rendah pada 2025. Kondisi itu, kata Lukman, juga akan berdampak pada harga minyak mentah yang diperkirakan melandai tahun ini.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Maret turun 0,4% menjadi US$77,97 per barel pada pukul 9:38 pagi di Singapura. Adapun, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret turun 0,4% menjadi US$74,32 per barel.

Pergerakan harga minyak Brent sampai dengan 24 Januari 2025./dok. Bloomberg

Krisis Kilang 

Meski Indonesia belum terdampak signifikan, kepanikan kilang-kilang minyak India dan China dalam mencari substitusi minyak Rusia menyusul sanksi Biden telanjur mengerek ongkos kargo minyak mentah fisik di Asia beberapa waktu terakhir. 

Hal itu terjadi bersamaan dengan kenaikan harga minyak mentah Oman dan Murban Abu Dhabi—jenis minyak Timur Tengah yang paling banyak dirujuk — selama sepekan terakhir, berbanding lurus dengan tingginya permintaan dari kedua negara pelanggan minyak Rusia itu. 

Walhasil, perusahaan-perusahaan kilang di negara Asia lainnya ikut terimbas hingga mulai mempertimbangkan pemangkasan kapasitas produksi, menurut para trader.

Hal ini mengindikasikan bahwa dampak sanksi AS pada 10 Januari 2025 terhadap Rusia telah memengaruhi pasar energi regional.  Kondisi ini sekaligus mendorong kenaikan biaya bahan baku minyak mentah untuk industri kilang dan mengikis margin mereka, bahkan hingga menjadi negatif.

Margin kilang minyak Asia terus menurun./dok. Bloomberg

Margin perusahaan penyulingan minyak untuk pedagang telah turun dari antara US$2 dan US$3 per barel menjadi kerugian kecil, kata mereka.

Margin kilang bruto di Singapura—patokan untuk Asia  — anjlok menjadi minus 65 sen pekan ini dari tertinggi US$3,75 awal bulan ini, menurut data S&P Global Commodity Insights.

Melonjaknya biaya pengiriman akibat dampak sanksi AS terhadap Rusia juga menambah biaya yang dihadapi oleh perusahaan penyulingan minyak di Asia. 

Beberapa perusahaan pengolah minyak untuk pedagang telah menghentikan sementara pembelian kargo spot tambahan dan mempertimbangkan pemotongan produksi atau penutupan sementara, kata para trader.

Minyak mentah Timur Tengah telah mengalami lonjakan harga terbesar sejauh ini karena merupakan jenis yang dituju oleh pembeli China dan India yang mencoba mengganti aliran Rusia yang hilang pascasanksi AS. Permintaan untuk pengiriman dari Cekungan Atlantik juga naik.

Pernyataan Davos

Menyusul dinamika tersebut, Presiden AS Donald Trump mengatakan dia akan meminta Arab Saudi dan negara-negara OPEC lainnya untuk "menurunkan biaya minyak," dengan mendorong peningkatan produksi minyak mentah sebagai cara untuk meningkatkan tekanan pada Rusia dan membantu mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir tiga tahun di Ukraina.

"Jika harga [minyak] turun, perang Rusia-Ukraina akan segera berakhir," kata Trump kepada para pemimpin dunia yang berkumpul di Davos, Swiss untuk acara World Economic Forum (WEF) 2025, Kamis (23/1/2025).

"Saat ini, harganya cukup tinggi sehingga perang akan terus berlanjut."

Permohonan Trump untuk meningkatkan produksi minyak Timur Tengah muncul saat dampak sanksi baru terhadap sektor energi Rusia—yang diberlakukan beberapa hari sebelum dia menjabat — mulai terasa.

Meskipun harga minyak dunia langsung turun sebagai tanggapan atas komentar Trump, tidak jelas apakah OPEC akan mengindahkan seruan Presiden AS, mengingat kelompok tersebut sejauh ini sangat berhati-hati untuk perlahan-lahan menghentikan pemangkasan produksi yang diberlakukan pada 2022.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages