Kelompok Studi Nikel Internasional atau International Nickel Study Group (INSG) memperkirakan kelebihan pasokan nikel primer pada tahun ini akan mencapai 135.000 ton. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan tahun lalu sebanyak 170.000 ton.
Selain itu, produsen nikel olahan utama dari Rusia, Norilsk Nickel (Nornickel), juga memperkirakan kelebihan pasokan serupa sebesar 150.000 ton pada 2025. INSG menyatakan sektor baterai menyumbang sekitar 16% dari permintaan nikel primer. Sementara itu, sekitar 65% masih diserap oleh industri baja nirkarat.
“Menurut pandangan kami, hambatan mungkin datang dari sektor baterai, khususnya untuk baterai kendaraan listrik,” papar Jeremy.
Adapun, harga berjangka nikel di London Metal Exchange (LME) pada Jumat (17/1/2025) berada di level US$15.850 per ton, turun sebanyak 0,66% dari hari sebelumnya.
Permintaan Rendah
Bahana menyebut permintaan baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) lebih lemah dari yang diharapkan karena dominasi lithium ferro phosphate (LFP) baik di dalam maupun di luar China.
Dari sisi permintaan baterai EV, penjualan EV global pada 2024 diproyeksikan mencapai 16,6 juta unit atau meningkat 21% year on year (yoy) dengan 61% dari total penjualan EV berasal dari China.
Meskipun penjualan EV tetap kuat, Bahana memandang meningkatnya dominasi baterai LFP di industri EV China menimbulkan kekhawatiran bagi sektor nikel.
“Berdasarkan laporan industri baterai mitra regional kami, ada tren penurunan baterai berbasis nikel, karena pangsa pasar NCM [nickel cobalt manganese] di industri EV China diperkirakan turun menjadi 20% pada 2030 dibandingkan dengan 30% pada 2023,” sebut Jeremy.
Di sisi lain, dominasi LFP juga diperkirakan kian mengurangi pangsa pasar baterai NCM dari 85% pada 2023 menjadi 60% pada 2030, seiring dengan rencana Original Equipment Manufacturer (OEM) global untuk mengadaptasi baterai LFP.
“Secara keseluruhan, pangsa pasar NCM secara global akan turun menjadi 43% pada 2030 dibandingkan dengan 56% pada 2023,” tutur Jeremy.
Nikel Premium
Pada awal 2024, produsen nikel Indonesia menghadapi penundaan persetujuan pemerintah untuk rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang memperketat pasokan bijih nikel serta menaikkan harga. Hal ini mendorong harga bijih nikel premium atau nikel dengan kadar 1,6% dan moisture content (MC) 35% di atas patokan.
Saat itu, harga mencapai puncaknya di level US$21,5/ton pada September 2024 sebelum secara bertahap turun menjadi US$14/ton pada Desember.
Pasokan yang ketat juga mendorong impor bijih nikel, dengan data per November 2024 menunjukkan 10 juta ton impor, terutama dari Filipina. Ke depannya, Bahana yakin premi bijih nikel akan tetap ada, tetapi pada tingkat yang lebih rendah, dan memperkirakan bijih nikel premium akan bertahan lebih moderat.
“Karena produksi meningkat dari persetujuan yang tertunda tahun lalu dan diimbangi oleh meningkatnya permintaan dari peleburan baru yang mulai beroperasi.”
Pemangkasan Produksi
Di sisi lain, pelaku pasar terus berspekulasi tentang potensi pemangkasan kuota penambangan bijih nikel di Indonesia. Kabarnya kuota produksi akan dipangkas dari awalnya 246 juta ton menjadi hanya 150 juta ton untuk 2025. Langkah ini akan didorong oleh inisiatif untuk mendukung harga.
Jika terealisasi, Bahana menilai pemangkasan kuota ini hanya akan mendukung harga untuk jangka pendek karena faktor dorongan biaya, karena permintaan dari penggunaan produk akhir nikel masih lemah.
Selain itu, pembatasan kuota penambangan berpotensi meningkatkan ketergantungan bijih impor, termasuk dari Filipina. Terlebih, smelter nikel yang beroperasi saat ini, yang terdiri dari 49 smelter RKEF dan 5 HPAL, akan membutuhkan sekitar 290 juta ton bijih nikel.
“Bahkan, dengan rencana awal untuk memproduksi 246 juta ton pada 2025, premi bijih harus tetap ada karena permintaan yang ketat. Situasi ini masih menjadi spekulasi karena Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] masih terus melakukan proses evaluasi,” ucapnya.
Selain potensi pemangkasan produksi, pembatasan juga diterapkan pada beberapa RKAB perusahaan yang disetujui. Terjadi kebingungan karena beberapa RKAB pertambangan telah disetujui tetapi tidak diizinkan untuk produksi.
Sebanyak 292 kuota telah disetujui untuk 2025, tetapi hanya 207 kuota yang diizinkan untuk produksi, sementara sisanya tetap disetujui dan tidak diizinkan untuk produksi.
“Perbedaan ini menjelaskan mengapa kuota yang disetujui pada 2024 berjumlah 270 juta ton, sedangkan realisasinya hanya 215 juta ton, menurut ESDM,” papar Bahana.
Kekurangan tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh kuota yang diterima tetapi tidak diizinkan untuk produksi. Bahana memandang ketidakpastian ini sebagai risiko penurunan, meskipun potensi kenaikan mungkin muncul dari pasokan bijih yang lebih ketat.
Harga NPI
Sejak kuartal III-2024, harga nickel pig iron (NPI) China dan harga nikel LME telah berada dalam tren pemisahan, tecermin dari diskon NPI ke LME yang lebih kecil sebesar 23% dibandingkan dengan rata-rata 31%.
Harga NPI yang lebih stabil, menurut Bahana, didorong oleh produksi baja China yang meningkat sebesar 7% yoy menjadi 32,3 juta ton pada November 2024.
Peningkatan produksi ini mendorong ekspor NPI dari Indonesia, mencapai 7,7 juta ton atau meningkat 7,8% yoy pengiriman NPI dan mencakup 96,4% dari impor NPI China.
Di sisi permintaan, meskipun sektor konstruksi dan manufaktur China masih lemah, peningkatan produksi baja nirkarat mendukung peningkatan permintaan dari Vietnam.
Saat ini, Vietnam telah menjadi salah satu pasar utama bagi China dengan impor bulanannya meningkat menjadi 1,3 juta ton pada Oktober 2024 atau meningkat 58,8% yoy dan menurun 3% mtm. Dengan demikian, total impor hingga Oktober 2024 menjadi 9,4 juta ton atau meningkat 37% yoy.
“Kami yakin peningkatan ini didorong oleh meningkatnya investasi Vietnam di sektor manufaktur dan real estat [+13% dan +22% CAGR dari 2005—2023] dan pemulihan aktivitas manufaktur, tecermin dalam rebound PMI-nya ke atas level 50 setelah berkontraksi pada September 2024,” tulis Bahana.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)


























