Bloomberg Technoz, Jakarta – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN memperkirakan investasi yang dibutuhkan untuk proyek ketenagalistrikan sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025—2034 mencapai sekitar Rp2.400 triliun.
“Kami butuh Rp2.400 triliun. Jadi on average ada Rp24 triliun yang dibutuhkan untuk investasi dalam 10 tahun ke depan, rata-rata,” kata EVP Aneka Energi Terbarukan PLN Zainal Arifin ditemui di Menara Global, Kamis (16/1/2025).
Zainal menyebut perhitungan itu dilakukan PLN berdasarkan peningkatan kapasitas tenaga listrik sebesar 71 gigawatt (GW) dengan porsi 70% merupakan energi baru terbarukan (EBT) dari total sumber listrik di Indonesia.
Zainal menjelaskan kemampuan PLN memang tidak sebesar itu untuk membiayai proyek tersebut. PLN disebut hanya mampu membiayai sekitar Rp70 triliun hingga Rp100 triliun.
Untuk itu, perseroan membuka kesempatan bagi perusahaan pembangkit listrik swasta atau independent power producer (IPP) untuk berinvestasi.
“Maka kita buka kesempatan seluas-seluasnya kepada IPP. Makanya, komposisi proyek-proyek EBT itu juga akan dominan IPP; 60%—70% atau 70%—30%. Dominan oleh IPP,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan investasi yang dibutuhkan untuk proyek ketenagalistrikan sesuai dengan RUPTL 2025—2034 mencapai sekitar Rp1.000 triliun.
Sebanyak Rp400 triliun akan digunakan untuk membangun jaringan transmisi sekitar 48.000 km2 dan Rp600 triliun hingga Rp700 triliun untuk membangun proyek pembangkit listrik.
“Kalau untuk jaringannya sendiri, itu butuh kurang lebih sekitar Rp400 triliun lebih ya. Kalau untuk power plant-nya itu sekitar Rp600 sampai Rp700 triliun,” kata Bahlil di Kementerian ESDM Rabu (15/1/2025).
Bahlil menyebut sebagian besar pendanaan untuk proyek kelistrikan itu, bakal berasal dari dalam negeri, tetapi di luar dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Enggak dari APBN. Ini kan bisa dari power purchase agreement [PPA] dan bisa dari independent power producer [IPP], [internal rate of return] IRR-nya kan juga bagus," tutur Bahlil.
Di sisi lain, kata Bahlil, tambahan sekitar 70 GW pembangkit listrik berbasis EBT untuk mendukung ambisi pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang ditargetkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Kita buat perencanaannya agak fleksibel. Jadi, ada target maksimal, ada target menengah, ada target paling rendah. Artinya, pengadaan power plant itu tergantung kebutuhan dan pertumbuhan ekonomi. Jadi kita sesuaikan dan kita sudah menyiapkan sampai target 8%," ungkap Bahlil.
(mfd/wdh)