Meidy pun sepakat jika pemerintah hendak memangkas kuota produksi dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) pertambangan nikel, dengan catatan volume pembatasannya tidak terlalu besar.
“Ya mudah-mudahan dengan begitu harga bisa naik, walaupun sedikit. Lalu, kita juga bisa mengontrol kapasitas produksi dari nikel-nikel kela 2, begitu,” tuturnya.
Dia pun menilai, meski pemerintah merencanakan pembatasan, masalah oversupply nikel di pasar global kemungkinan masih akan terjadi pada 2025, meski tidak separah kondisi pada 2023. Terlebih, banyak pabrik pengolahan atau smelter nikel di Eropa yang tutup.
Ke depan, Meidy berharap pemerintah lebih jeli dalam memetakan prospek suplai dan permintaan komoditas global, serta tidak hanya memikirkan kepentingan produsen dan penambang di dalam negeri.
“Karena dampak atas kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia akan sangat signifikan. Mau enggak mau, kalau kita salah produksi, kita overproduksi, atau kita kurang produksi; itu berdampak pada dunia loh,” tegasnya.
Tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui RKAB pertambangan nikel untuk memproduksi sebanyak 240 juta ton bijih pada 2024. Sementara itu, kebutuhan dari nikel saat ini hanya sejumlah 210 juta ton.
Pemerintah kini tengah mempertimbangkan pemangkasan kuota penambangan nikel dalam jumlah besar karena berupaya mendongkrak harga yang tengah merosot.
Dilaporkan Bloomberg, Indonesia tengah berupaya menurunkan jumlah bijih nikel yang diizinkan untuk ditambang pada 2025 menjadi 150 juta ton, menurut orang-orang yang mengetahui masalah tersebut yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena pembahasannya bersifat tertutup.
Nikel — yang mencapai puncaknya di atas US$100.000 per ton pada 2022 selama periode short squeeze yang terkenal — mengalami tren penurunan sekitar 8% tahun ini.
Hal itu sebagian disebabkan oleh gelombang pasokan baru yang sebelumnya diharapkan dari Indonesia dan perlambatan penjualan kendaraan listrik.
Pekan lalu, harga nikel sempat menyentuh rekor terendah dalam empat tahun. Kejatuhan harga nikel yang makin dalam lebih dipengaruhi oleh sentimen proyeksi pemangkasan suku bunga lebih tajam oleh Federal Reserve (The Fed) pada 2025
Harga berjangka nikel di London Metal Exchange (LME) turun sebanyak 2,3% pada Kamis (19/12/2024), ke level terendah sejak November 2020. Nikel turun 1,8% menjadi US$15.235 per ton di LME pada penutupan Kamis pekan lalu.
Pada penutupan perdagangan Jumat, nikel diperdagangkan di US$15.356 per ton, menguat tipis 1,61% dari hari sebelumnya. Perdagangan Senin kemarin, nikel dijual di US$15.292/ton, melorot lagi 0,42% dari perdagangan Jumat.
Komoditas yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik tersebut telah menjadi salah satu logam yang berkinerja terburuk di antara logam industri di bursa LME tahun ini.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)

































