Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera menyampaikan pidato kenegaraan, dilanjutkan dengan pidato rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2025 di Gedung MPR/DPR RI hari ini, Jumat (16/8/2024).

Pada tahun depan, Kepala Negara telah memutuskan untuk menggulirkan sederet kebijakan fiskal baru, mayoritas di antaranya ialah menaikkan sejumlah komponen pajak dan menetapkan cukai jenis baru. Beberapa komponen yang dimaksud antara lain, menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari semula 11% menjadi 12%. Selain itu, penerapan cukai plastik dan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

Berikut peraturan pajak dan cukai terbaru yang akan berlaku pada 2025:

PPN 12%

Pada kesempatan yang lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan bahwa keputusan kenaikan tarif PPN menjadi 12% diserahkan pada pemerintahan baru, yakni pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

“Mengenai PPN itu nanti kami serahkan pemerintahan baru,” ujar Sri Mulyani di kompleks DPR RI, Senin (21/5/2024).

Seperti diketahui, pemerintah telah menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 yang lalu. Sesuai dengan amanat UU HPP, tarif tersebut akan dinaikkan secara bertahap sampai dengan 12% di Januari 2025.

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwa tarif PPN ditetapkan sebesar 11% yang berlaku pada 1 April 2022. Selain itu, kembali dinaikkan menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.

Sementara itu, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan bahwa pihaknya sedang mensimulasikan kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 dan diprediksi dapat memberikan tambahan penerimaan negara sebesar Rp70 triliun.

“Kalau dampak potensinya gampang hitungnya. Kalau naik dari 11% ke 12% itu kan naik 1%. 1/11 itu kan katakan 10%. Total realisasi PPn kita Rp 730-an triliun, berarti kan tambahannya sekitar Rp70-an triliun,” ungkap Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso saat ditemui di kantornya, Senin (5/8/2024).

Cukai Plastik dan MBDK

Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Askolani mengungkap jika penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis tidak dapat dilaksanakan pada tahun ini, maka kebijakan tersebut akan disiapkan untuk tahun 2025.

“Target kan bisa kami sesuaikan kebijakan, kan kami kebijakan harus lihat kondisi di lapangan,” kata Askolani saat ditemui awak media di kompleks DPR RI, Senin (10/6/2024).

Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun Anggaran 2025 juga tertuang penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis pada tahun depan.

Pos penerimaan dari tarif cukai tersebut dalam APBN 2024 namun hingga kini penerapannya tak kunjung dilakukan.

Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC Kemenkeu Iyan Rubiyanto menyebutkan terdapat dua kategori minuman berpemanis yang akan dikenakan cukai MBDK. Kedua kategori yang dimaksud ialah produk minuman siap saji dan konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran.

Selain itu, pungutan cukai MBDK juga akan diperhitungkan (earmark) sebagai dasar perhitungan alokasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan akibat dampak negatif dari minuman berpemanis.

Pajak UMKM 0,5% Berakhir

Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan bahwa tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (PPh WP OP UMKM) sebesar 0,5% akan berakhir pada tahun ini, tepatnya pada tahun ketujuh pelaksanaannya.

Dengan begitu, Ditjen Pajak mulai gencar mensosialisasikan penggunaan skema normal bagi WP OP UMKM, yakni PPh Final 1%, setelah selama tujuh tahun sebelumnya menggunakan skema PPh Final sebesar 0,5%.

“WP OP UMKM yang di tahun ketujuh harus naik kelas menjadi WP yang tidak lagi menggunakan PPH final. Itu PP [Peraturan Pemerintah] Nomor 55 2022 aturan pelaksanaan UU HPP [Harmonisasi Peraturan Perpajakan], tapi sejatinya untuk pengenaan tarif 0,5% di PP 23/2018,” ujar Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers APBNKita, Selasa (13/8/2024).

“Normal seperti halnya kita berhitung untung dan rugi berapa, dijual dan berapa biaya atas barang yang dijualnya,” kata Suryo.

Skema selanjutnya adalah norma perhitungan, yakni persentase tertentu dikalikan omzet untuk menentukan berapa penghasilan kena pajak dari WP yang bersangkutan sebelum dikalikan tarif normal.

(azr/lav)

No more pages