Logo Bloomberg Technoz

Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono menjadi viral lantaran anaknya yang menampilkan hidup mewah lewat media sosial. Andhi bahkan kemudian diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (14/3/2023) untuk memberikan klarifikasi kepada tim Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)

6. Komjen Agus Andrianto 

Istri Polri Komjen Agus Andrianto juga sempat menjadi sorotan lantaran foto-fotonya dengan barang mewah dan diduga kerap jalan-jalan ke luar negeri yang ditampilkan lewat media sosial

7. Rafael Alun Trisambodo 

Pegawai Ditjen Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo juga menjadi viral lantaran anaknya Dandy Satrio bergaya hidup mewah dan kemudian tersangkut kasus penganiayaan hingga menjadi tersangka. Harta Rafael yang diketahui amat fantastis kemudian membuatnya dipecat oleh Kementerian Keuangan. 

8. Brigjen Endar Priantoro 

Sosok istri Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Endar Priantoro juga menjadi perhatian. Dalam unggahan di media sosial istri Endar terlihat tengah menumpang helikopter, jalan-jalan ke luar negeri dengan menggunakan pakaian mahal. Endar juga sempat diperiksa KPK terkait hal ini.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai fenomena flexing ini bukan hal baru. Namun kini dilakukan di media sosial. Hanya dia menekankan bahwa pejabat sipil maupun PNS dan anggota keluarganya yang hobi pamer harta kekayaan patut dicurigai sumbernya.

"Bagaimana tas hampir Rp 2 miliar bisa dibeli oleh istri atau anggota keluarga ASN. Even udah golongan 4E yang sudah mentok dengan tukin dan sebagainya maka tidak akan lebih dari Rp 90 juta (gaji). Itu pun udah golongan 4E dia misalnya eselon 1 di Kemenkeu paling segitu Rp 80-90 juta. Duitnya berapa dari mana uangnya?" kata Agus Pambagio saat berbincang dengan Bloomberg Technoz, Selasa (21/3/2023).

Agus mengatakan saat ini fenomena korupsi bukan rahasia terjadi di mana-mana namun dan untuk menindaknya secara tegas, sulit dilakukan. Dia melanjutkan, ASN seharusnya tidak akan bisa sekaya yang ditampilkan anggota keluarga di media sosial. Dia memberikan perbandingan, sekalipun petinggi di BUMN maka tidak semuanya level direksi mendapatkan gaji ratusan juta rupiah. Hanya BUMN kelas atas yang mematok gaji dengan besaran tersebut.

"Tapi kan sekarang di mana korupsi sudah merata, ya semua korupsi karena kan dibiarkan. Kita sudah enggak bisa juga mengandalkan KPK, mengandalkan Kejaksaan, Kepolisian enggak bisa. Mereka sapu tapi kalau sapunya kotor kan memang bisa bersih lantainya? Kan enggak bisa," lanjut pendiri PH&H Public Policy Interest Group ini.

Oleh karena itu dia menilai inspektorat jenderal yang berwenang dalam pengawasan di kementerian lembaga harus efektif dalam bekerja. Salah satunya dengan mengawasi media sosial pegawai maupun anggota keluarganya di media sosial sehingga bisa mendeteksi apabila ada hal-hal yang tak pantas dan berpotensi korupsi yang dilakuan ASN di lingkungan kementerian tersebut.

Apalagi saat ini kata dia, kondisi ekonomi juga sedang tidak baik. Potong gaji hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terjdi. Selain itu apabila ada PNS dan anggota keluarga yang flexing maka perlu melakukan pembuktian terbalik apakah memang sumber kekayaannya dari warisan, pemberian atau sumber lain yang sah.

Sementara pakar Kebijakan Publik yang juga Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) Riant Nugroho menilai bahwa terkait pamer harta kekayaan ini, yang perlu disorot adalah standar moral birokrasi. Perilaku pamer ini dimudahkan dengan adanya media sosial. Sebenarnya kata dia, di organisasi sudah ada tata perilaku PNS namun sayangnya hal tersebut dengan fenomena ini maka tidak efektif. Menurutnya, perilaku tersebut menurutnya tak bisa diatur dengan aturan legal formal apalagi di Indonesia ada sekitar 4 juta ASN belum lagi ditambah dengan anggota kleuarganya. Persoalan ini cenderung pada budaya sehingga faktor pimpinan juga menentukan.

"Bangsa kita paternalistik potensi perilaku pemimpin ada kecenderungan mempertunjukkan kehidupan kemewahannya itu kemungkinan bisa dilakukan. Saya tak bisa menyebut orang per orang. Ekspos itu dilihat jadi sesuatu yang baik oleh anak buahnya ketika ada pimpinan level menengah melakukan eksposure kekayaan dan pucuk pimpinan membiarkan maka pucuk pimpinan pasti bagian dari perusakan. Kita beruntung punya pak Presiden sederhana tapi kemungkinan pada lembaga eksekutif, pemda-pemda enggak mungkin dikontrol," kata Riant lewat sambungan telepon.

"Pendekatan harus lebih baik lebih cerdas. Tak bisa pendekatan legal. Bagaimana tugas-tugas pemerintah ya menpan RB tugas berat karena tugasnya bagaiamana membangun kultur melalui mekanisme kelembagaan," imbuhnya.

Apa Kabar Reformasi Birokrasi

Di samping fenomena flexing yang bisa dikaitkan dengan potensi korupsi diketahui Indonesia pada 2022 juga anjlok sejak era Reformasi. Dalam rilis tahun ini, indeks persepsi korupsi Indonesia anjlok 4 poin. Skornya turun dari 38 tahun 2021 menjadi 34 pada tahun ini. Hal tersebut dianggap yang terburuk sejak dua dekade terakhir. Dengan skor 34, Indonesia berada pada peringkat 110, disampaikan Transparency International (TI) Indonesia (31/1/2023).

Pada tahun sebelumnya Indonesia mendapatkan skor 38 dengan ranking 96. Skor IPK Indonesia pada 2022 menunjukkan penurunan terparah dalam dua dekade terakhir.

IPK turun dinilai Riant memang bisa menjadi salah satu indikasi kegagalan membangun birokrasi yang bersih. Namun kata dia, ruang atau celah untuk korupsi di birokrasi sudah ada bahkan sejak era Orde Baru.

"Misalnya ruang-ruang di mana pejabat pemerintah punya hak eksklusif lebih dari yang diizinkan dia ditemani sampai 10 orang. Apa ada yang marah? Tidak," kata Riant Nugroho.

Belum lagi kata dia, proses interaksi antarmanusia juga bisa membuka ruang yang transaksional bahkan koruptif. Dia menambahkan perlunya ada tim independen yang mengevaluasi kebijakan berpotensi korupsi di Kementerian PAN RB. Hal itu kata dia sudah pernah disampaikan 10 tahun silam.

Sementara Agus Pambagio menilai tak mengherankan apabila IPK Indonesia melorot.

"Gimana enggak turun karena korupsinya kan merata? Semua merata dan tidak ada penegakan hukum yang jelas kan. Misal maling dan kena OTT (operasi tangkap tangan) disidang ditahan, vonis tahun tapi tiap Sabtu bisa pulang itu gimana, bayar dapat makanan enak, tidur enak, pakai AC, udah cuma bedanya dikurung itu saja," kata Agus.

IPK turun ini kata dia jelas menunjukkan kualitas reformasi birokrasi mengalami penurunan.

(ezr)

No more pages