Logo Bloomberg Technoz

Pelaku pasar masih akan menanti katalis lebih lanjut dari pidato Jerome Powell, Gubernur The Fed, nanti malam waktu Indonesia Barat. Powell dijadwalkan berpidato di Universitas Stanford. Apapun yang dinyatakan Powell akan menjadi sentimen bagi pasar terutama pasca data manufaktur AS lebih kuat daripada prediksi dan mengikis peluang penurunan bunga acuan The Fed.

Lanskap ini memberi beban lebih besar bagi rupiah yang kemarin sudah melemah ke level terendah sejak 2020 meski ditutup dengan pelemahan lebih kecil berkat intervensi besar-besaran Bank Indonesia.

Arus keluar modal asing dari pasar keuangan Indonesia mungkin masih akan berlanjut semakin deras seiring sentimen pasar global. Kemarin, asing tercatat menjual saham sedikitnya Rp1,76 triliun. Sedangkan di pasar surat utang data terakhir 28 Maret, investor asing tercatat kembali net buy SBN sebesar Rp1,95 triliun setelah tiga hari berturut-turut net sell. Selama kuartal 1-2024, asing telah melepas US$1,7 miliar SBN dari pasar domestik. 

Rupiah hari ini diperkirakan akan kembali terlempar ke kisaran Rp15.900-Rp16.000/US$ setelah dalam penutupan pasar spot kemarin, Selasa (2/4/2024), ditutup di Rp15.897/US$ dan kurs tengah Bank Indonesia, JISDOR, ditutup lebih lemah di Rp15.934/US$.

Secara teknikal, potensi pelemahan rupiah hari ini masih terbuka tetapi sudah terbatas dengan target koreksi terdekat menuju level Rp15.925/US$ yang menjadi support setelah break MA-50 dan MA-100. Target pelemahan selanjutnya akan tertahan di Rp15.950/US$.

Apabila kembali break support tersebut, rupiah berpotensi melemah lebih jauh menuju Rp15.970/US$ sampai dengan Rp16.000/US$ sebagai support terkuatnya.

Jika nilai rupiah mampu berbalik dan menguat hari ini, ada resistance menarik dicermati pada level Rp15.860/US$ dan selanjutnya Rp15.840/US$. Dalam jangka menengah, rupiah masih memiliki potensi penguatan optimis untuk kembali ke level Rp15.800/US$ potensialnya.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Rabu 3 April (Divisi Riset Bloomberg Technoz)

Potensi kenaikan BI Rate

Kejatuhan nilai rupiah kemarin membuat pelaku pasar bersiap semisal ada langkah mengejutkan Bank Indonesia, menaikkan BI rate.

Menaikkan bunga acuan bukan hal yang tidak mungkin bagi BI bila rupiah terus tertekan menembus level psikologisnya di Rp16.000/US$ dalam waktu dekat. Bunga acuan yang lebih tinggi akan membawa yield obligasi naik dan bisa meredakan tekanan jual oleh pemodal asing yang menjatuhkan rupiah.

"Kami meyakini kenaikan bunga acuan bukanlah hal yang mustahil bagi BI. Kami belum merasakan bahwa bank sentral secara khusus mengkhawatirkan aktivitas ekonomi atau melihat adanya kebutuhan mendesak untuk menurunkan bunga," kata Brian Tan dan Audrey Ong, analis di Barclays Plc.

Sikap BI yang lebih aktif, melalui kenaikan bunga acuan, akan membatasi risiko overshoot rupiah jangka pendek di atas level Rp16.000/US$. "Kami melihat bahwa momentum kenaikan USD/IDR telah menguat," kata analis.

Bank Indonesia menyatakan, mereka berada di pasar menjaga tekanan terhadap rupiah. "Rupiah lumayan agak tertekan dari kemarin kelihatannya rupiah banyak terdampak dari pelemahan CNY [yuan China]. Sementara dari domestik ada permintaan USD (dolar AS) terkait repatriasi dan masih outflow-nya asing di pasar SBN. Rilis data inflasi Indonesia kemarin yang di atas ekspektasi yang banyak disebabkan oleh volatile food, ikut mendorong pelemahan rupiah," kata Edi Susianto, Kepala Departemen Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia kepada Bloomberg Technoz, Selasa pagi kemarin.

(rui)

No more pages