Logo Bloomberg Technoz

Sejumlah saham yang menguat tajam dan menjadi top gainers antara lain PT Atlas Resources Tbk (ARII) yang melonjak 24,7%, PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU) yang melesat 19,7%, dan PT Satu Visi Putra Tbk (VISI) yang melejit 17,8%.

Kemudian saham-saham yang melemah dalam dan menjadi top losers di antaranya PT Ancara Logistics Indonesia Tbk (ALII) yang anjlok 24,4% PT Vktr Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) yang jatuh 15,2%, dan PT Satria Mega Kencana Tbk (SOTS) yang ambruk 14,7%.

Sementara indeks saham utama Asia lainnya justru kompak menapaki jalur hijau. Pada pukul 16.40 WIB, Nikkei 225 (Tokyo), SENSEX (India), TOPIX (Jepang), Shenzhen Comp. (China), CSI 300 (China), Hang Seng (Hong Kong), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), Shanghai Composite (China), yang berhasil menguat dan menghijau dengan masing-masing 1,91%, 1,73%, 1,26%, 1,08%, 0,62%, 0,47%, 0,44%, dan 0,39%.

Sementara itu hanya beberapa yang menemani IHSG di zona merah, yaitu KLCI (Malaysia), dan Straits Times (Singapura), dengan terkoreksi masing-masing 0,87%, dan 0,19%.

Bursa Saham Asia searah dengan yang terjadi di Bursa Saham Amerika Serikat. Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street finis di zona hijau. Nasdaq Composite, S&P 500, dan Dow Jones Industrial Average berhasil melaju, dengan menguat 0,9%, 0,52%, dan 0,12% masing-masing.

Gerak yang melemah IHSG merupakan respons dari data inflasi Indonesia untuk Februari yang realisasinya berada di atas ekspektasi.

Pagi tadi, Jumat (1/3/2024), Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Produksi M Habibullah mengumumkan terjadi inflasi 0,37% pada Februari dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih tinggi dibandingkan Januari sebelumnya yang hanya sebesar 0,04% mtm.

Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memperkirakan inflasi Februari ada di 0,24% mtm.

Adapun dibandingkan dengan Februari 2023 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 2,75%. Juga lebih tinggi dibandingkan Januari yang sebesar 2,57% yoy.

Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memperkirakan inflasi tahunan pada Februari sebesar 2,6%.

Kabar sejumlah data penting dan termasuk inflasi Amerika Serikat semalam, ikut mengerek dan menjadi sentimen utama laju IHSG hari ini.

Data-data ekonomi negeri Paman Sam itu masih mencatat pendapatan masyarakat masih tinggi, tapi belanja masyarakat keseluruhan melemah dan juga inflasi masih kuat, membuat pemangkasan suku bunga acuan tidak bisa ditempuh dalam waktu dekat.

Data semalam menunjukkan inflasi inti berjalan pada laju tercepat dalam setahun, angka tersebut memenuhi ekspektasi konsensus para ekonom, dan gagal mengurangi tren disinflasi yang lebih luas, yang mendukung perkiraan penurunan suku bunga akan semakin lama.

Inflasi PCE yang menjadi acuan favorit Federal Reserve dalam meramu kebijakan moneter, melandai di 2,4% yoy pada Januari dari sebelumnya 2,6% pada Desember. Angka itu sesuai konsensus pasar. Sementara inflasi inti PCE Januari tercatat 2,8% yoy, hanya mampu sedikit berubah dari bulan sebelumnya di 2,9%. 

Adapun secara bulanan/mtm, inflasi PCE dan inflasi inti tercatat masing-masing 0,3% dan 0,4%, lebih tinggi ketimbang angka Desember sebelumnya yang hanya 0,2% meskipun angka itu masih sesuai perkiraan pasar.

Sementara data lain yaitu Personal Income dan Personal Spending, masing-masing tercatat makin menguat 1% dan 0,2% pada Januari di mana pertumbuhan pendapatan pribadi lebih tinggi ketimbang perkiraan pasar.

"Untuk pasar yang sangat fokus pada kapan The Fed akan beralih ke penurunan suku bunga, laporan ini akan membantu mengembalikan kepercayaan bahwa yang terpenting bukanlah 'Jika' The Fed mulai menurunkan suku bunga pada 2024, tetapi 'Kapan'," kata Quincy Krosby di LPL Financial.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Gubernur The Fed San Francisco Mary Daly memaparkan, Bank Sentral siap memangkas suku bunga sesuai kebutuhan. Akan tetapi sejauh ini belum terlihat ada urgensi untuk melakukan hal itu melihat betapa kuatnya perekonomian AS sampai saat ini.

"Tidak ada risiko terhadap goyahnya perekonomian," kata Daly dalam wawancara pada Kamis bersama Bloomberg TV.

Data pasar tenaga kerja, belanja konsumen dan pertumbuhan ekonomi, menurut pejabat The Fed, masih memberi gambaran jelas perekonomian terbesar di dunia itu masih begitu perkasa.

(fad)

No more pages