Logo Bloomberg Technoz

Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Vktr Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) yang jatuh 15,7%, PT Asuransi Harta Aman Pratama Tbk (AHAP) ambruk 13,6%, dan PT Ancara Logistics Indonesia Tbk (ALII) anjlok 12,3%.

Di sisi berseberangan dengan IHSG, Indeks saham utama Asia lainnya menguat. Shenzhen Comp. (China), Shanghai Composite (China), CSI 300 (China), PSEI (Filipina), TW Weighted Index (Taiwan), SENSEX (India), KLCI (Malaysia), Straits Times (Singapura), dan TOPIX (Jepang), yang berhasil menguat dan menghijau dengan masing-masing 3,36%, 1,94%, 1,91%, 0,99%, 0,6%, 0,49%, 0,38%, 0,09%, dan 0,03%.

Semenata itu, SETI (Thailand), KOSPI (Korea Selatan), IHSG (Indonesia), Hang Seng (Hong Kong), indeks Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), dan Nikkei 225 (Tokyo), terpangkas masing-masing, 0,82%, 0,37%, 0,17%, 0,15%, 0,11%, dan 0,11%.

Dengan demikian, IHSG adalah indeks dengan pelemahan terdalam ketiga di Asia, ada di antara deretan indeks Thailand, dan Korea Selatan.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, perekonomian dan pasar saham China kembali menjadi fokus setelah muncul tanda-tanda yang memperlihatkan regulator mengambil berbagai langkah untuk secara bertahap mengurangi ukuran strategi perdagangan kuantitatif yang berkontribusi pada gejolak di pasar negara tersebut pada bulan lalu, menurut sumber.

Para investor juga akan mengukur dampak dari upaya pendukung terhadap sektor properti Hong Kong. Langkah-langkah ini diambil menyusul anjloknya harga rumah ke level terendah dalam 7 tahun.

Utamanya, Malam ini, perhatian pasar akan tertuju pada rilis data Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE Price Index) yang merupakan acuan data inflasi yang disukai Federal Reserve.

Data tersebut rilis setelah semalam US Bureau of Economic Analysis melaporkan, ekonomi Negeri Paman Sam pada Kuartal IV-2023 tumbuh 3,2% yoy dalam pembacaan kedua. Sedikit ada di bawah pembacaan pertama 3,3%. Data ini menjadi gambaran jika ekonomi AS terjadi perlambatan, dan tidak sekuat perkiraan sebelumnya.

Gubernur The Fed New York, John Williams mengatakan, Bank Sentral "Masih harus melakukan banyak hal" dalam perjuangannya melawan inflasi. Senada, Gubernur The Fed Atlanta, Raphael Bostic, mendesak adanya kesabaran dengan penyesuaian kebijakan. Secara keseluruhan, komentar terbaru dari para pejabat The Fed menggarisbawahi pentingnya data dalam memandu langkah-langkah kebijakan.

Para pembuat kebijakan telah berulang kali mengatakan mereka ingin melihat lebih banyak bukti bahwa inflasi benar-benar berada di jalur penurunan sebelum menurunkan suku bunga. Terutama mengingat angka Harga Konsumen yang lebih tinggi dari perkiraan yang dirilis awal bulan ini. Namun, komentar tersebut menunjukkan bahwa para pejabat juga akan mengandalkan data ekonomi untuk mendorong kecepatan laju pemangkasan tersebut.

Menyusul berbagai data yang penting, kemungkinan akan menyoroti jalan bergelombang yang dihadapi Bank Sentral dalam mencapai target inflasi 2%. Inflasi PCE diperkirakan akan memvalidasi komentar terbaru dari para pejabat yang tidak terburu-buru untuk melonggarkan kebijakan moneter.

Pelaku pasar terus menurunkan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed tahun ini dari sebelumnya berkeyakinan penuh mencapai 150 bps, namun kini menjadi nyaris setengahnya, tidak berbeda dengan dot plot The Fed.

Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, fokus perhatian investor terpaku pada data Personal Consumption Expenditures Price Index untuk bulan Januari yang akan dirilis pada hari Kamis.

Adapun data PCE Price Index ini adalah indikator favorit Bank Sentral AS (Federal Reserve) untuk mengukur inflasi sehingga dapat mempengaruhi ‘Kapan’ jadwal dari siklus pelonggaran kebijakan moneter. 

“PCE Price Index diprediksi naik 0,3% mtm, sedikit lebih cepat dari kenaikan 0,2% mtm di bulan Desember 2023. Investor juga akan mencerna komentar dari tiga pejabat tinggi Federal Reserve malam ini yang dapat memberikan informasi terkini mengenai prospek penurunan suku bunga,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas pagi tadi.

Di masa lalu, The Fed biasanya menurunkan suku bunga dengan cepat, seringkali sebagai respons terhadap resesi. Kali ini, fundamental ekonomi terlihat jauh berbeda.

(fad)

No more pages