Logo Bloomberg Technoz

Film yang baru saja dirilis pada Minggu (11/2/2024) itu menggambarkan secara terperinci bagaimana politisi yang diduga secara kotor telah melakukan manipulasi proses demokrasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka di Pemilu 2024.

"Saya merasa ada tendensi untuk menyabotase pemilu, ingin mendegradasi Pemilu ini dengan narasi yang tidak mendasar," jelas Habiburokhman. 

"Rakyat juga tahu pihak mana yang sebenarnya melakukan kecurangan dan pihak mana yang mendapatkan keuntungan," sambungnya. 

Di samping itu, TKN menyoroti secara khusus poin-poin yang disampaikan oleh ketiga ahli hukum tata negara tersebut. 

Pertama, Habiburokhman mengkritik keterangan Feri Amsari tentang penunjukkan 20 pejabat daerah berkaitan dengan pemenangan paslon tertentu. Tak hanya itu, ia mempertanyakan bagaimana kepala daerah bisa memastikan pilihan politik warganya. 

"Itu kan narasi yang sangat spekulatif yang lemah secara argumen, makanya jauh dari ilmiah. Saya ragukan dia (Feri Amsari) ini doktor apa bukan? Emang bukan doktor? Oh, belum. Pantas juga, jadi ilmunya belum sampai di tingkatan yang filosofis," jelas Habiburokhman. 

Politikus Gerindra ini juga mempertanyakan keterangan Bivitri Susanti tentang kecurangan pemilu. 

"Pernyataan ini benar-benar tidak mendasar, tidak disebut peristiwa kecurangan yang mana? Peristiwa yang mana? Apa buktinya? Bagaimana status pelaporan nya? Dan bagaimana status penanganan laporannya? Kalau bicara kecurangan, harus bicara faktual," tantang Habiburokhman. 

Terakhir, Wakil Ketua Komisi III ini mempertanyakan keterangan Zainal Arifin Mochtar tentang keterlibatan kepala desa.

"Jadi saya pikir, memang film ini sengaja didesain, diluncurkan di masa tenang ini, karena cara-cara yang fair untuk bertarung secara elektoral sudah tidak mampu mereka lakukan. Kalau tidak suka dengan salah satu paslon, kan ini event pemilu, ya kita dukung paslon yang lain kita lakukan dengan cara-cara yang sesuai koridor elektoral," ucap Habiburokhman. 

(prc/ain)

No more pages