Logo Bloomberg Technoz

SVB Jadi Buah Simalakama Bagi The Fed & Alasan Kuat BI Bertahan

Ruisa Khoiriyah
14 March 2023 09:45

Kantor pusat Silicon Valley Bank (SVB) di Santa Clara, California, AS. (Philip Pacheco/Bloomberg)
Kantor pusat Silicon Valley Bank (SVB) di Santa Clara, California, AS. (Philip Pacheco/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Hanya dalam hitungan hari perubahan terjadi begitu dramatis. Turbulensi sektor perbankan Amerika Serikat (AS) menyusul ambruknya tiga bank spesialisasi startup dan kripto, diprediksi akan menjadi game changer besar atas arah bunga acuan The Federal Reserves atau the Fed, bank sentral paling berpengaruh sejagat. Perubahan arah angin ini juga akan semakin memberi penguatan pada Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan tingkat BI7DRR di level saat ini.

Pekan lalu, The Fed diyakini akan kembali menaikkan agresivitas dalam meredam inflasi yang tak jua jinak menyusul berbagai data terbaru perekonomian. Akan tetapi, kejatuhan tiga bank Amerika menjegal keyakinan tersebut dan meredam ekspektasi kenaikan bunga acuan. 

Overnight Interest Swap (OIS) memperkirakan probabilitas The Fed akan memangkas bunga acuan sebesar 25 bps mencapai 10% dibandingkan ekspektasi kenaikan bunga sebesar 50 bps yang mencapai 70%, pekan lalu. “Dengan kata lain, ekspektasi global terkait kenaikan bunga The Fed turun 75 bps menyusul kekhawatiran pengetatan moneter yang agresif bisa memicu kegagalan sistem keuangan di Amerika,” jelas Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro, Senin siang (13/3/2023).

Kasus Silicon Valley Bank (SVB) dan dua bank lain yang ikut kolaps menyodorkan sisi gelap pengetatan moneter yang dilakukan oleh The Fed satu tahun terakhir. Meski kebijakan ini sebagai respon terhadap inflasi tertinggi yang terjadi di Amerika dalam 40 tahun terakhir.  SVB yang tercatat sebagai bank terbesar ke-16 di AS itu, mengalami masalah likuiditas yang akhirnya meruntuhkan permodalan mereka usai eksposur tinggi di US Treasury mencatat kerugian besar. 

Nilai kerugian mark-to-market SVB mencapai lebih dari US$ 15 miliar untuk obligasi yang dipegang hingga jatuh tempo, hampir setara dengan permodalan dasarnya sebesar US$ 16,2 miliar, pada akhir 2022.