Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Pegipegi adalah perusahaan startup yang memungkinkan pernah Anda gunakan untuk pemesanan tiket atau akomodasi secara online, Namun per 11 Desember 2023, Pegipegi resmi tutup.

Pegipegi tutup di Indonesia setelah 12 tahun berkiprah di industri Online Travel Agent (OTA). Menariknya tidak hanya Pegipegi, terdapat beberapa perusahaan startup yang menghentikan operasinya dengan berbagai alasan.

Daftar Startup Tutup di Indonesia

Berikut merupakan daftar perusahaan startup terkenal yang menghentikan operasinya berdasarkan rangkuman Bloomberg Technoz.

1. Pegipegi.com

Pegipegi merupakan perusahaan startup yang diresmikan pada bulan Mei 2012. Pegipegi didukung oleh tiga perusahaan, yaitu PT Alternative Media (AMG), Recruit Holdings, dan Altavindo. Merangkum dari berbagai sumber, pada tahun 2018 Pegipegi diambil alih secara penuh oleh perusahaan Singapore, Jet Tech Innovation Ventures.

Sebelumnya pendukung Pegipegi.com adalah perusahaan yang stabil dan bergerak di industri terkait. Seperti Recruit Holdings merupakan perusahaan penyedia staf temporer asal Jepang yang memiliki banyak anak perusahaan, salah satunya adalah Jalan.net, yakni perusahaan online booking hotel terbesar di Jepang. Recruit  selanjutnya menggandeng AMG dan Altavindo untuk mendirikan perusahaan baru.

AMG sendiri merupakan pelopor dan penyedia media luar ruang (Out-of-Home/OOH) di Indonesia, sedangkan Altavindo yang didirikan pada tahun 2010 merupakan perusahaan software yang berkantor pusat di Jakarta. Perusahaan ini berinvestasi dan mengelola portofolio perusahaan berbasis teknologi.

2. JD.ID

Pada 31 Maret 2023, JD.ID yang merupakan perusahaan startup penyedia layanan belanja online atau e-commerce resmi memberhentikan operasinya. Setelah 8 tahun beroperasi sebagai salah satu layanan belanja online di Indonesia, JD.ID tumbang setelah kalah dalam ketatnya kompetisi. Pengumuman disampaikan pada 30 Januari 2023 dengan alasan perubahan strategi yaitu ingin membidik pasar internasional dengan fokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas-negara, dengan logistik dan pergudangan sebagai intinya.

Dua tahun lalu, atau pada 2020, JD.ID tampak baik-baik saja, bahkan di  2019 JD.id bahkan mendapatkan pendanaan seri F dari berbagai mitra. Pada periode yang sama kemitraan JD.id bersama Gojek terjalin. Keduanya membentuk joint venture pada JD.id dan J-Express (JX). Namun pada 2022 JD.ID mulai mem-PHK sejumlah karyawan. 

JD.ID, yang telah menyandang status unicorn atau memiliki valuasi perusahaan melebihi US$ 1 miliar, merupakan perusahaan patungan e-commerce China JD.com dan Provident Capital yang menerapkan sejumlah langkah untuk menargetkan pengguna di Indonesia, termasuk kehadiran gudang, pop up store, hingga gerai toko offline untuk produk gadget dan elektronik.

3. Rumah.com

Kabar tutupnya perusahaan juga dialami perusahaan teknologi Rumah.com. Rumah.com yang menjadi bagian dari PropertyGuru, menutup operasinya di Indonesia per 30 November 2023. Imbasnya sejumlah 61 karyawan harus di-PHK, dilaporkan Bloomberg News. Bisnis Rumah.com masuk dalam kategori iklan baris daring atau classified advertising. Perusahaan menawarkan iklan kepada pengguna untuk mempromosikan produk, yaitu properti rumah, apartemen atau jenis lain.

Persaingan makin ketat di saat  booming internet awalnya tidak membuat Rumah.com terkena dampak. Namun terdapat beberapa penyesuaian, seperti mengakuisisi salah satu kompetitor, RumahDijual.com. Dengan pengambilan kepemilikan ini  membuat Rumah.com menguasai 43% pasar properti daring di Indonesia. Aset PropertyGuru lainnya, FastKey juga akan tutup pada 31 Juli 2024 untuk wilayah operasi Indonesia. Sedangkan FastKey di Malaysia dan Singapura tutup pada 15 Oktober 2024 mendatang.

4. Fabelio

Fabelio merupakan salah satu perusahaan startup penyedia jasa desain interior dan furniture. Beroperasi di bawah kendali PT Kayu Raya Indonesia. Dalam perkembangannya Fabelio resmi dinyatakan bangkrut pada 5 Oktober 2022 yang diputuskan oleh Pengadilan Niaga No.47/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.JKT.PST. “Menyatakan Debitur (PT. Kayu Raya Indonesia) dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.”

5. AiryRooms

Airy Rooms merupakan platform penyedia layanan bisnis penginapan di semua kelas.  Airy Rooms menawarkan jasa pengelolaan kepada pemilik aset penginapan. Namun akibat pandemi yang berlarut-larut perusahaan harus menutup operasinya pada 31 Mei 2020. Bisnis agregator hotel paling terasa dampaknya karena pembatasan keluar rumah di seluruh dunia. Keadaan yang diakui oleh petinggi perusahaan sebagai keadaan yang sulit.

6. CoHive

CoHive merupakan perusahaan startup yang didukung PT Evi Asia Tenggara. Model bisnis CoHive adalah co-working office space. Pada awal 2023, CoHive resmi menyatakan ditutup dan mengumumkan beberapa alasan bangkrut, salah satunya pandemi yang berkepanjangan. Perusahaan startup tersebut ditetapkan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Januari 2023 yang tercantum pada Putusan Pengadilan Niaga no. 231/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Jkt.Pst (18/1).

7. HOOQ

Perusahaan startup penyedia layanan streaming film HOOQ, resmi dinyatakan bangkrut pada tahun 2020. HOOQ diputuskan oleh para pemegang saham secara mufakat untuk menutup operasinya. Guntur Siboro Country Head HOOQ Indonesia pernah menjelaskan “keputusan likuidasi adalah keputusan pemegang saham. Dugaan saya karena pemegang saham ingin konsentrasi pada core business-nya dalam situasi sulit saat ini.”

8. Call Jack

Call Jack adalah  aplikasi ride hailing lokal asal Yogyakarta. Sama seperti Gojek dan Grab, dengan dua opsi layanan Call Jack dan O'Jack. Perusahaan beroperasi selama lima tahun, namun Call Jack terpaksa harus bangkrut karena kalah bersaing dengan GoJek dan Grab. Sejatinya banyak startup yang menawarkan bisnis sejenis namun tidak cukup mampu bertahan di industri seperti LadyJek hingga Bluejek. Bahkan Uber yang masuk Indonesia juga akhirnya hengkang dari pasar Indonesia dan para mitranya memilih bergabung ke dua pemain besar, Grab dan Gojek.

9. Sorabel

Tahun 2020 bulan Juli Sorabel menyatakan tutup operasi. Ia merupakan startup e-commerce fesyen. Sorabel kehabisan modal di tengah ketatnya industri perdagangan online. Raihan pendanaan lanjutan, yang menjadi solusi, pun tidak didapatkan. Bisnis tidak berjalan sesuai harapan dan petinggi perusahaan telah mengirimkan memo kepada seluruh staf bahwa Sorabel telah melakukan usaha terbaik untuk bertahan. Namun dengan berat hati harus menempuh jalur likuidasi. Sorabel juga memiliki bisnis di Filipina dengan nama Yabel, namun lebih dulu diputuskan tutup pada Februari tahun yang sama.

(fik/wep)

No more pages