Logo Bloomberg Technoz

BI optimistis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024-2025, meski ekonomi global meredup tahun depan. BI memperkirakan akan terjadi perlambatan ekonomi global sebesar 2,8% pada 2024, sebelum meningkat ke level 3% pada 2025.

Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya berada di level 4,7%-5,5 % pada 2024. Kemudian, meningkat ke kisaran 4,8%-5,6% pada 2025. BI optimistis bahwa konsumsi dan investasi akan meningkat, didukung oleh kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN), momentum Pemilu, pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Negara, dan aktivitas ekspor dari hilirisasi.

Inflasi diperkirakan tetap terkendali dalam sasaran 2,5% ±1% pada 2024 dan 2025, didukung oleh kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan terus kuatnya Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP)

    Nilai tukar rupiah pada 2024 juga diprediksi lebih stabil. Ini selaras dengan komitmen BI menjaga fundamental yang baik, serta pertumbuhan tinggi, inflasi rendah, imbal hasil investasi menarik, stabilitas eksternal terjaga, neraca pembayaran sehat, dan cadangan devisa akan meningkat.

    Prakiraan defisit transaksi berjalan terjaga rendah pada kisaran defisit 0,1% sampai dengan defisit 0,9% dari PDB pada 2024 dan defisit 0,5% sampai dengan defisit 1,3% dari PDB pada 2025.

    • Prospek Sektor Keuangan

    Pertumbuhan kredit diperkirakan akan berada pada kisaran 10%-12% pada 2024, dan 11%-13% pada 2025. Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal.

    Nilai transaksi digital banking akan terus tumbuh 23,2% pada 2024 hingga mencapai Rp71.584 triliun,  dan  tumbuh 18,8% pada 2025 menjadi Rp85.044 triliun. Transaksi e-commerce juga diperkirakan terus tumbuh 2,8% menjadi Rp487 triliun pada 2024 dan 3,3% menjadi Rp503 triliun pada 2025.

    • Arah Bauran Kebijakan BI Tahun Depan

    Arah bauran kebijakan BI pada tahun 2024 mencakup kebijakan moneter yang difokuskan pada stabilitas (pro-stability), khususnya pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah. Sementara itu, empat kebijakan lainnya yaitu, kebijakan makroprudensial, kebijakan sistem pembayaran, kebijakan pendalaman pasar uang dan pasar valas, dan kebijakan ekonomi keuangan inklusif dan hijau, terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth).

    BI akan tetap mempertahankan kebijakan makroprudensial longgar pada tahun 2024 mendatang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian perekonomian global.

    BI akan meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial dengan memberikan insentif likuiditas perbankan sebesar Rp159 triliun dengan tambahan sekitar Rp20 triliun, guna mendorong pertumbuhan kredit ke sektor-sektor prioritas, seperti perumahan, minerba dan non-minerba, serta pariwisata.

    BI juga akan menurunkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) untuk Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) mulai Desember 2023, ini menambah fleksibilitas likuiditas sebesar Rp81 triliun.

    Surveillance sistemik terus dilakukan guna menjaga stabilitas sistem keuangan melalui koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

    (lav)

    No more pages