Logo Bloomberg Technoz

Mengutip catatan ANZ Holdings Co, konflik terkini di Israel belum mempengaruhi pasokan minyak. Namun ada risiko konflik meluas hingga melibatkan kekuatan-kekuatan besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Iran.

“Sentimen kunci di pasar adalah apakah konflik bisa terisolasi atau meluas ke negara lain. Sampai saat ini, pasar mash berasumsi bahwa konflik masih terbatas dalam hal wilayah dan durasi. Namun ada kemungkinan terjadi volatilitas,” tulis catatan ANZ, seperti dikutip dari Bloomberg News.

Dampak ke Indonesia

Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak akan berdampak signifikan. Maklum, Indonesia adalah negara net importir migas.

Pada kuartal II, neraca migas membukukan defisit US$ 4,33 miliar. Sepanjang tahun lalu, neraca ini minus US$ 24,78 miliar, membengkak dibandingkan 2021 yang defisit US$ 12,96 miliar.

Defisit neraca migas sedikit banyak menjadi beban bagi transaksi berjalan (current account). Pada kuartal II, transaksi berjalan Indonesia membukukan defisit 0,55% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini menjadi defisit pertama sejak kuartal I-2021.

Minimnya dukungan valas dari ekspor barang dan jasa membuat rupiah lesu. Sepanjang pekan lalu, rupiah melemah 1% di hadapan dolar AS. Mata uang Tanah Air kini sudah terdepresiasi 5 minggu beruntun.

USD/IDR (Sumber: Bloomberg)

Dari sisi pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kenaikan harga minyak juga lebih menjadi mudarat ketimbang manfaat. Dalam APBN 2023, harga minyak rata-rata sepanjang tahun diasumsikan US$ 90/barel.

Berdasarkan analisis sensitivitas, setiap harga minyak naik US$ 1 di atas asumsi, maka penerimaan negara akan bertambah Rp 5,4 triliun. Namun pada saat yang sama, belanja negara juga bertambah Rp 8,5 triliun. Jadi secara netto, defisit anggaran bisa bertambah Rp 3,1 triliun.

Sumber: Kementerian Keuangan

Namun sejauh ini, sepertinya kenaikan harga minyak belum mempengaruhi pelaksanaan APBN. Sebab, perlu diingat bahwa asumsi harga minyak adalah rata-rata sepanjang tahun.

Harga minyak Indonesia (ICP) dekat dengan Brent. Sejak awal 2023, rata-rata harga Brent adalah US$ 82,1/barel. Masih di bawah asumsi.

Harga Minyak Brent (Sumber: Bloomberg)

Waspada Konflik Meluas

Akan tetapi, jika konflik di Timur Tengah meluas dan makin intensif, maka bukan tidak mungkin harga minyak naik dan melampaui asumsi APBN 2023. Sejumlah institusi memperkirakan harga minyak masih dalam tren meningkat.

Mengutip Bloomberg News, Goldman Sachs Group Inc menilai friksi Hamas-Israel akan membuat normalisasi hubungan Israel-Arab Saudi tertunda. Kedua, ada risiko eskalasi tensi akan tereskalasi sehingga harga minyak bisa naik lagi.

Kemudian Citigroup Inc menilai serangan Hamas ke Israel punya implikasi bullish terhadap harga minyak. Apalagi jika kemudian konflik meluas hingga melibatkan Iran, sebut catatan para analis Citigroup.

Sementara Morgan Stanley berpandangan dampak konflik terkini kemungkinan terbatas, karena belum melibatkan negara-negara produsen dan eksportir minyak utama. Namun, ini bisa berubah ketika konflik meluas ke negara-negara lain.

Sedangkan ING Groep NV menyebut harga minyak kini dikenakan ‘premi perang’. Jika Iran sampai terlibat, maka AS akan kembali memperketat sanksi sehingga minyak Iran sulit masuk ke pasar dunia. Ini akan membuat pasar yang sudah ketat makin ketat, sehingga harga naik.

(aji/roy)

No more pages