Sepanjang tahun berjalan (YtD), S&P 500 tercatat naik sekitar 17%. Meski performa ini melampaui ekspektasi pasar yang sebelumnya khawatir akan adanya aksi jual akibat kebijakan tarif, angka tersebut masih kalah dibandingkan beberapa bursa global lainnya. Indeks MSCI All Country World telah melonjak 21% pada tahun 2025, sementara indeks saham Asia telah reli hampir 26%.
Meski demikian, konsensus optimistis mulai terbentuk bahwa saham-saham AS akan melanjutkan reli pada tahun 2026 setelah mencatat keuntungan tiga tahun berturut-turut. Terlepas dari berbagai risiko—mulai dari potensi lesunya tren kecerdasan buatan (AI) hingga kejutan kebijakan yang tak terduga—para analis memprediksi rata-rata kenaikan 9% lagi untuk S&P 500 tahun depan.
“Dolar AS dan S&P 500 diperkirakan akan bersinar di tahun 2025, namun realitanya sedikit berbeda karena gejolak dan perubahan rencana pengumuman tarif pada bulan April sempat mengikis kepercayaan terhadap kebijakan Amerika. Indeks acuan AS memang mengalami tahun yang baik, namun belum secara meyakinkan mengalahkan pesaingnya, bahkan di sektor teknologi," kata Sebastian Boyd, Strategi Makro di Markets Live.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump memberikan sinyal bahwa ia telah mengantongi kandidat favorit untuk gubernur Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) berikutnya, meski ia tidak terburu-buru melakukan pengumuman. Trump juga sempat melontarkan wacana untuk memecat pemimpin bank sentral saat ini, Jerome Powell.
Investor juga tengah menakar prospek suku bunga AS dan kebijakan moneter. Sebagian besar ahli strategi suku bunga di Wall Street memperkirakan imbal hasil (yield) obligasi AS (Treasury) akan stabil atau bahkan lebih tinggi pada 2026, meskipun terdapat potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Dari pasar lainnya, Bitcoin bergerak melemah pada Selasa (30/12) pagi. Mata uang kripto ini sempat menembus US$90.000 pada sesi sebelumnya sebelum akhirnya kembali terkoreksi. Indeks dolar AS terpantau stabil, sementara imbal hasil Treasury 10-tahun turun tipis ke level 4,11%.
Harga minyak dunia merangkak naik menyusul kebuntuan negosiasi mengenai Ukraina yang dipimpin AS, serta komitmen China untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tahun depan. Meski demikian, minyak mentah jenis Brent masih berada dalam jalur penurunan bulanan kelima berturut-turut pada Desember ini, yang akan menjadi tren penurunan terpanjang dalam lebih dari dua tahun terakhir.
(bbn)
































