Di sisi lain, Ali mengingatkan adanya risiko distorsi teknologi gegara pemberian insentif yang terlalu besar untuk baterai berbasis NMC dibandingkan LFP. Alasannya, LFP tetap relevan untuk pasar EV luas, karena lebih murah dan stabil.
Oleh sebab itu, dia menilai jika ruang pengembangan LFP terlalu dipersempit maka Indonesia bisa kehilangan fleksibilitas teknologi dan daya saing di segmen kendaraan terjangkau.
“Idealnya, kebijakan bersifat 'technology-neutral" tetapi tetap berorientasi "resource-aware" yaitu memaksimalkan nilai tambah nikel tanpa menghambat diversifikasi teknologi,” kata Ali.
“Dengan begitu, hilirisasi berjalan sekaligus industri EV nasional tetap adaptif dan kompetitif,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membenarkan tengah membahas insentif bagi sektor otomotif.
Langkah ini diambil untuk mempercepat pemulihan dan penguatan industri otomotif nasional pada 2026. Sebab, tahun ini dianggap berat, industri menghadapi tekanan daya beli di pasar domestik dan dinamika pasar global.
“Masih belum selesai. Sabar,” kata Wakil Menteri Perindustrian Faisol Rizal kepada Bloomberg Technoz, Rabu (24/12/2025).
Berdasarkan sumber Bloomberg Technoz, saat ini tengah terjadi pembahasan maraton mengenai insentif tersebut.
Pembahasan dilakukan antara Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dengan Kemenperin juga melibatkan seluruh produsen kendaraan ataupun ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek).
Dalam dokumen yang diterima redaksi, insentif yang kemudian diistilahkan dengan stimulus diusulkan dibagi menjadi dua opsi.
Kemenperin akan memutuskan salah satu dari dua opsi tersebut dan akan diumumkan usai libur natal tahun ini.
Opsi pertama, meliputi pembebasan Pajak Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil ICE dan Hybrid sebesar 100% untuk ICE di bawah Rp275 juta, Hybrid dan BEV di bawah Rp375 juta dan Commercial Pick up di bawah Rp275 juta.
Pada insentif BEV, usulan insentif diberikan berdasarkan penggunaan baterai. Baterai NMC akan dikenakan diskon PPN 100%, dan penggunaan baterai LFP maka PPN akan dikenakan 6% setelah pemberian insentif sebesar 50%.
Sementara itu opsi kedua lebih berfokus pada pembebasan PPN sebanyak 100% untuk ICE di bawah Rp275 juta, Hybrid dan BEV di bawah Rp375 juta dan Commercial Pick up di bawah Rp275 juta. Sedangkan skema insentif pada BEV tetap menggunakan skenario seperti opsi pertama.
(azr/naw)































