Tiga maskapai penerbangan besar China telah mencatatkan kerugian gabungan sebesar 206,4 miliar yuan (US$29,3 miliar) dari 2020 hingga 2024, menurut perhitungan Bloomberg, disebabkan oleh pandemi dan persaingan domestik yang semakin ketat. China Eastern, China Southern, dan Air China tidak membalas permintaan komentar yang dikirim melalui surel.
Analis HSBC Holdings Plc, Parash Jain menilai pembatasan penerbangan akan semakin menekan pendapatan di periode yang sudah rapuh ini. Maskapai penerbangan China biasanya mengalami penurunan permintaan lebih parah pada kuartal ini setelah liburan Hari Nasional pada Oktober, tanpa libur besar hingga liburan Tahun Baru Imlek pada Januari atau Februari.
Strategi Mitigasi
Maskapai penerbangan China berusaha beradaptasi dengan cepat, dengan kapasitas cadangan dialihkan ke destinasi seperti Thailand dan Korea Selatan. Kebijakan visa yang lebih longgar bagi wisatawan China ke Rusia juga menambah peluang bagi maskapai penerbangan negara tersebut.
Morgan Stanley, mengutip data penyedia jadwal penerbangan OAG, mengungkap jumlah penerbangan terjadwal harian dari China ke Jepang berkurang hampir 50% hanya pada Desember. Rata-rata pengurangan hingga akhir Maret sebesar 38%.
Sebaliknya, pemesanan terjadwal ke Thailand meningkat hampir 40% sejak pertengahan Januari untuk mengimbangi pengurangan penerbangan ke Jepang.
Namun, menurut analis Bloomberg Intelligence Eric Zhu, Jepang tetap menjadi rute paling menguntungkan dalam hal pendapatan per penumpang—pendapatan rata-rata yang diperoleh maskapai per penumpang berbayar untuk setiap mil yang ditempuh—bagi maskapai penerbangan China, yang sudah menghadapi tekanan pendapatan yang besar tahun ini.
Dalam webinar awal Desember, Zhu menjelaskan bahwa saat maskapai mengalihkan kapasitas ke rute lain, mungkin akan ada tekanan tambahan pada pendapatan per penumpang mereka yang sudah lemah. Perubahan ini mungkin tidak cukup signifikan terlihat dalam laporan keuangan kuartal keempat, tetapi akan berdampak pada kuartal pertama 2026.
Namun, ada tanda-tanda optimisme dalam fundamental jangka panjang karena yuan yang lebih kuat membuat maskapai penerbangan China lebih murah untuk membeli bahan bakar jet, yang harganya terus turun.
Meski alasan politik akan memengaruhi industri dalam jangka pendek, kata Kepala Investasi KGI Asia Ltd Cusson Leung, hal itu seharusnya tidak menjadi hambatan besar karena para pelancong bisa beradaptasi dengan destinasi alternatif.
Dalam catatannya, analis Morgan Stanley yang dipimpin Qianlei Fan memandang meningkatnya perjalanan masuk juga menjadi salah satu pendorong pertumbuhan utama bagi maskapai penerbangan China. Pasalnya, mereka lebih mampu menerapkan strategi penetapan harga berjenjang bagi penumpang internasional, yang umumnya kurang sensitif terhadap biaya dibandingkan wisatawan domestik.
Pemulihan perjalanan bisnis yang berkelanjutan seharusnya semakin mendukung daya tawar harga maskapai penerbangan.
(bbn)






























