Karakteristik
Terkait dengan spesifikasi penyimpanan, lanjut Josua, DME juga dapat disimpan dalam tabung karena kebutuhan tekananya tidak lebih berat dibandingkan dengan LPG.
Akan tetapi, karakteristik DME yang tidak berbau menjadi konsekuensi biaya pengamanan sebab akan sulit mengetahuinya jika terjadi kebocoran.
Selain itu, Josua menyoroti perbedaan nilai energi DME dan LPG. Dia mengungkapkan, nilai kalor DME hanya sekitar 30 megajoule per kilogram, jauh di bawah LPG yang mencapai sekitar 50 megajoule per kilogram
Dengan begitu, untuk menghasilkan energi masak yang sama, konsumsi DME harus lebih besar baik dari sisi berat maupun volume.
“Pada akhirnya menambah beban distribusi dan potensi pembengkakan subsidi bila skema subsidinya berbasis kilogram,” ungkap dia.
Alih Subsidi
Ihwal rencana pemerintah mengalihkan subsidi LPG 3 kilogram (Kg) ke DME, Josua meyakini besaran subsidi Gas Melon yang saat ini ditetapkan sekitar Rp87,6 triliun belum mencukupi untuk mensubsidi produk hilirisasi batu bara tersebut.
Jika DME diarahkan untuk mengganti LPG dalam skala luas dengan harga eceran terjangkau, dia memperkirakan kebutuhan subsidi DME bisa naik menjadi sekitar Rp98 triliun per tahun bila subsidi DME Rp12.000 per kilogram.
Nilai tersebut melonjak ke sekitar Rp123 triliun bila Rp15.000 per kilogram, dan bahkan bisa mencapai sekitar Rp147 triliun bila Rp18.000 per kilogram.
“Apalagi karena kandungan energi DME per kilogram lebih rendah daripada LPG sehingga kebutuhan kilogramnya secara alamiah lebih besar untuk fungsi memasak yang sama,” ucap Josua.
“Karena itu, posisi paling masuk akal dalam fase awal adalah menjadikan DME pelengkap terbatas, misalnya lewat pencampuran bertahap, sambil membuktikan biaya totalnya benar-benar turun dan rantai pasoknya disiplin,” lanjut dia.
Pakai Jargas
Dihubungi terpisah, Ekonom energi Center of Reform on Economics (Core) Muhammad Ishak Razak memandang pemerintah perlu fokus meningkatkan sistem jaringan gas kota jika ingin mengurangi impor LPG. Alasannya, sumber bahan baku liquified natural gas (LNG) atau gas alam cair cukup melimpah di Indonesia.
Meski begitu, dia tak menampik investasi pembangunan jaringan gas kota (jargas) memiliki biaya yang cukup tinggi pada awal mula pengembangannya.
Namun, dia memandang hal tersebut akan terjadi pada awal pengembangan saja dan akan memiliki manfaat dalam jangka panjang.
“Misalnya, jika pemerintah komitmen menggantikan 5% per tahun kebutuhan LPG dengan jargas,dalam 10 tahun sudah 50% ketergantungan impor LPG bisa dikurangi. Dengan demikian, LPG hanya dibutuhkan di wilayah-wilayah yang sulit diakses infrastruktur gas,” kata Ishak.
Untuk itu, dia mendorong BPI Danantara bersama PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) atau PGAS untuk meningkatkan skala investasi pengembangan infrastruktur gas berupa transmisi, distribusi dan jaringan gas.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM memberikan sinyal akan mengalihkan subsidi LPG 3 Kg ke DME dari batu bara untuk membuat harga jual pengganti gas minyak cair tersebut lebih ekonomis.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyatakan kementeriannya sedang memperhitungkan harga pokok penjualan (HPP) produk DME. Dia memastikan jika DME memerlukan subsidi, anggarannya akan berasal dari peralihan dana subsidi Gas Melon.
“Jadi kita lagi memperhitungkan berapa HPP untuk DME kalau memang ada subsidi itu kan juga merupakan pengalihan subsidi dari untuk LPG yang ada saat ini,” kata Yuliot ditemui awak media, di kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/12/2025).
Di sisi lain, Senior Director Oil, Gas, Petrochemical BPI Danantara Wiko Migantoro sebelumnya mengatakan lembaganya tengah berupaya memastikan proyek gasifikasi batu bara itu bisa ekonomis untuk dikembangkan pada skala besar.
Wiko menuturkan kajian kelayakan investasi proyek DME juga telah dibahas bersama dengan Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi untuk mencari pola distribusi serta komersialisasi yang menarik.
“Tentu saja di situ diperlukan banyak dukungan dari pemerintah ya, agar kelak harga dari DME ini bisa lebih kurang sama dengan LPG yang sekarang,” kata Wiko kepada awak media di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Wiko menegaskan masih mencari skema penyaluran subsidi untuk DME agar optimal dan memiliki nilai keekonomian yang menarik.
“Toh sekarang LPG juga subsidi kan? LPG juga subsidi. Kalau gambarannya sih kira-kira nanti sama, masih akan memerlukan subsidi juga,” ucapnya.
(azr/wdh)


























