"Jadi, Anda harus kembali sekitar 250 tahun untuk menemukan sesuatu yang bahkan mendekati apa yang akan kita alami kali ini," ujar Korinek.
Dalam perspektif ekonomi secara luas, lanjut Korinek, dapat dikatakan bahwa pekerjaan seperti yang dimiliki seseorang saat ini bahkan bisa tak benar-benar ada sebelum muncul revolusi industri. Hal itu dikarenakan sebelum itu, faktor produksi terpenting yakni tanah yang digarap orang untuk menghasilkan makanan yang mereka butuhkan.
"Kemudian tiba-tiba muncul teknologi baru yang tidak terlalu bergantung pada tanah, melainkan pada mesin. Dimulai dengan pemintalan dan penenunan di sektor tekstil, tetapi kemudian segera kita memiliki mesin uap dan listrik," tutur dia.
Menurut dia, hal baru yang perlu diproduksi—selain tenaga kerja yang harus dikerahkan orang—adalah mesin yang mudah disalin dan direproduksi. Artinya, tidak ada lagi yang menghambat produksi dan itu berarti orang tiba-tiba dapat memproduksi jauh lebih banyak karena hambatan lahan sudah teratasi.
Dalam konteks tertentu, hal ini dapat dikatakan bahwa itulah alasan utama mengapa saat ini orang-orang di negara-negara maju rata-rata 20 kali lebih kaya daripada sebelum revolusi industri. Namun dia mengatakan para pekerja saat itu sesungguhnya terganggu dengan adanya transisi.
"Hal itu sebenarnya cukup mengganggu. Jika Anda seorang penenun ahli atau semacamnya, jika Anda seorang profesional terampil yang menjalankan pekerjaan Anda, maka tiba-tiba muncul mesin-mesin yang dapat melakukan apa yang Anda lakukan, tetapi dengan biaya yang jauh lebih murah," imbuh Korinek. "Jadi, para pengrajin itu kehilangan mata pencaharian mereka dalam semalam, dan mereka menjadi miskin."
Di sisi lain, Korinek melihat terdapat sisi positifnya yakni keturunan mereka hidup di dunia di mana memiliki tekstil yang murah dan semua jenis barang industri murah lainnya, serta mereka hidup jauh lebih kaya daripada orang tua atau kakek-nenek mereka yang berprofesi sebagai pengrajin, yang kehilangan pekerjaan pada gelombang pertama revolusi industri.
"Hal ini bisa sangat mengganggu dan menyakitkan bagi individu. Tetapi jika kita memiliki sedikit perlindungan sosial, kita dapat mengurangi gangguan tersebut dan memastikan bahwa pada akhirnya semua orang benar-benar mendapat manfaat. Nah, jika terjadi banyak gangguan sekaligus, maka hal itu mungkin akan menjadi jauh lebih sulit," jelas Korinek.
Dia mengungkapkan, kini ada orang-orang yang mengalami disrupsi teknologi lain yang lebih baru. Korinek memikirkan era 80-an dan 90-an dengan komputer.
"Dalam beberapa hal, cara saya melihat revolusi industri adalah bahwa revolusi ini awalnya terdiri dari pembuatan mesin yang dapat mengotomatiskan sebagian besar kekuatan fisik kita. Dan kemudian sejak sekitar pertengahan abad ke-20, kita menciptakan mesin yang dapat mengotomatiskan tugas-tugas kognitif: komputer," terang dia.
(wep)
































