Perubahan paling mencolok terjadi di Inggris, yang menyumbang hampir setengah dari total penjualan produsen China di Eropa. Permintaan melonjak karena pergantian pelat nomor kendaraan dua kali setahun di negara itu, sekaligus menunjukkan daya tarik merek-merek China yang semakin kuat. Tarif impor Inggris sebesar 10% jauh lebih rendah dibandingkan tarif tinggi yang diterapkan Uni Eropa untuk mobil listrik buatan China tahun lalu.
“Pasar Inggris menjadi kunci,” kata Kibies. “Produsen China sangat kuat di sana.”
Penjualan BYD di Inggris melonjak enam kali lipat dibanding Agustus, hampir setara dengan pertumbuhan MG yang kini dimiliki oleh SAIC. Chery juga mencatat lonjakan penjualan lewat lini Omoda dan Jaecoo berkat peluncuran SUV hibrida baru.
Terobosan ini sekaligus merefleksikan ketimpangan dalam perdagangan otomotif global. Teknologi baterai yang lebih murah memberi produsen China keunggulan kompetitif. Merek Eropa yang sebelumnya kehilangan pangsa pasar di China kini menghadapi tekanan baru di kandang sendiri, seiring upaya ekspansi global produsen China di tengah kelebihan kapasitas di pasar domestik.
Secara politik, Eropa kini juga berada dalam posisi defensif. Tarif impor Uni Eropa hanya menahan sementara laju ekspansi merek China. Sementara itu, industri otomotif Eropa harus menghadapi gangguan baru akibat sengketa perdagangan terkait pemasok chip asal Belanda, setelah China memberlakukan larangan ekspor terhadap sebagian produknya.
Meski pangsa China di Eropa masih kecil, mereka fokus pada segmen yang tumbuh pesat, terutama hibrida plug-in yang menawarkan efisiensi bahan bakar dan biaya operasional rendah tanpa ketergantungan penuh pada stasiun pengisian daya.
Penjualan kendaraan plug-in hybrid di Eropa naik 62% pada September, menurut Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA). Sementara itu, hibrida konvensional meningkat 15%.
Permintaan yang kuat untuk model terjangkau turut menguntungkan merek Eropa seperti Volkswagen AG dan Renault SA, namun produsen China berhasil merebut pangsa terbesar dari pertumbuhan ini, mencapai 8% pasar Eropa Barat dan melampaui merek Korea Selatan untuk pertama kalinya, menurut Schmidt Automotive Research.
Secara keseluruhan, pangsa merek China pada kendaraan plug-in hybrid melonjak lebih dari 7 poin menjadi 20% pada September, menurut Dataforce. Pangsa EV China naik 1,7 poin menjadi 11%, dan bisa mencapai 13% jika memasukkan penjualan dari Zhejiang Leapmotor Technology Co. (melalui kemitraan dengan Stellantis NV) serta Ebro-Chery.
Namun tidak semua penjualan tampak sehat. Kibies mencatat adanya peningkatan registrasi taktis, yaitu mobil yang dijual ke diler atau perusahaan rental oleh MG, BYD, dan Leapmotor untuk mendorong volume.
BYD kini memiliki 100 diler resmi di Inggris kurang dari 2,5 tahun setelah membuka showroom pertamanya pada 2023, dengan jangkauan hampir ke seluruh negeri.
“Mereka benar-benar membayar untuk bermain, memberikan penawaran yang sangat menarik bagi diler,” kata Stephen Reitman, analis di Bernstein. “Para diler melihat nilai yang bagus dalam kesepakatan itu, dan konsumen terkesan dengan produknya ada semacam efek ‘wow’ di ruang pamer.”
Model plug-in hybrid terbaru asal China menawarkan jangkauan listrik panjang, pengisian cepat, serta fitur lengkap dengan harga di bawah merek Eropa. Peluncuran tahun ini termasuk Chery Omoda 7, dengan jarak tempuh listrik 50 mil, dan Jaecoo J8 SUV.
BYD menambah Seal U DM-i SUV dan versi plug-in dari Dolphin hatchback. Teknologi DM-i menggabungkan motor listrik dengan mesin bensin kecil untuk memperpanjang jarak tempuh dan efisiensi bahan bakar kini menjadi inti dari portofolio BYD bersama mobil listrik murninya.
Sementara itu di London, Geely memperkenalkan EX5 SUV listrik, dan berencana meluncurkan 10 model di Inggris dalam tiga tahun ke depan, mulai dari city car hingga mobil keluarga besar.
Penjualan Omoda di Inggris melonjak empat kali lipat, sementara Jaecoo meningkat lebih dari empat kali sejak masuk pasar tahun ini. Chery secara terbuka menargetkan pesaing Eropa dan Korea Selatan melalui strategi crossover dan SUV pasar massal.
“Konsumen jelas condong ke arah plug-in hybrid, dan saat ini hanya merek China yang bisa menawarkannya dengan harga wajar,” kata Michael Dean, analis di Bloomberg Intelligence. “Pertanyaannya sekarang: apakah produsen Eropa bisa mempercepat produksi PHEV dengan biaya yang cukup efisien untuk bersaing?”
(bbn)





























