Belakangan, Kementerian ESDM tengah menyusun peta jalan pembangunan PLTS berkapasitas total 100 gigawatt (GW). Besaran kapasitas setrum pembangkit surya itu bakal menyasar pada 60.000 desa sampai dengan 70.000 desa.
“Jadi kalau kali 60.000 atau 70.000 desa, nah itu garansi kita 80 gigawatt, arahan Bapak Presiden sampai 100 gigawatt,” kata Bahlil.
Di sisi lain, pemerintah berencana untuk menggerakkan sekitar 80.000 Kopdes untuk membangun kapasitas listrik mencapai 80 GW nantinya. Sementara itu, 20 GW sisanya berasal dari sentra PLTS kabupaten atau kota.
Adapun, nilai investasi proyek PLTS Kopdes itu diperkirakan mencapai US$100 miliar. Rencanannya, PLTS itu akan dimanfaatkan untuk memasok listrik untuk kebutuhan operasional Kopdes.
“Kalau sudah desainnya selesai, baru kita mulai umumkan mulainya. Sekarang kan kita cek dulu, apakah ekonomis atau tidak. Setelah itu kita akan dorong,” tuturnya.
Menurut Bahlil, nantinya akan terdapat 1 PLTS di setiap desa dengan kapasitas sekitar 1 MW–1,5 MW. Hanya saja, Bahlil enggan menerangkan bagaimana integrasi PLTS tersebut dengan Koperasi Desa Merah Putih.
Gantikan Pembangkit Diesel
Sebelumnya, Kementerian ESDM turut mendorong PLTS garapan Koperasi Desa Merah Putih untuk menggeser posisi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).
Dengan demikian, proyek dengan target kapasitas setrum 100 GW itu bisa menekan kebutuhan subsidi yang selama ini diserap ribuan PLTD di sejumlah daerah.
Direktur Jendral EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi berharap proyek listrik surya itu bisa mengurangi kebutuhan subsidi pemerintah untuk menjalankan pembangkit diesel milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
“Kalau di situ diganti substitusinya dengan PLTS yang harganya lebih murah berarti kan subsidinya berkurang, subsidi yang ke diesel-diesel itu berkurang karena di situ sudah 10 kali lipat lebih,” kata Eniya kepada awak media di JW Marriot, Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2025).
Kendati demikian, Eniya menerangkan, proyek pembangkit surya skala besar itu masih dalam tahap identifikasi.
Saat ini, menurut Eniya, terdapat sekitar 21 pabrik yang beroperasi di Indonesia berkaitan dengan rantai pasok perakitan panel surya.
“Terus ada 4 pabrik baru besar ya. Misalnya seperti Trina, Lesso, terus Longji. Longji baru dibangun ya. Terus ada satu lagi saya lupa yang ada di Batang itu. Jadi ada 4,” tegas dia.
Eniya mengatakan kementeriannya sedang mengidentifikasi kebutuhan pasokan komponen panel surya yang dibutuhkan untuk proyek tersebut.
“Kita masih bahas dengan Pak Menteri,” ujar dia.
(azr/naw)

































