Logo Bloomberg Technoz

Selepas pengumuman BI Rate, depresiasi rupiah melandai. Bahkan jelang penutupan pasar, rupiah berhasil menyeberang ke zona hijau meski penguatannya terbatas.

Suku bunga acuan yang tidak turun akan membuat imbal hasil (yield) instrumen berpendapatan tetap bisa lebih kompetitif. Selisih (spread) dengan obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) pun tidak melebar, sehingga berinvestasi di Indonesia tetap atraktif.

Dengan demikian, arus modal diharapkan terus masuk ke pasar keuangan Ibu Pertiwi. Ini bisa menjadi modal bagi rupiah untuk menguat, tanpa harus 'menumbalkan' cadangan devisa.

Cadangan devisa Indonesia per akhir September adalah sebesar US$ 148,7 miliar. Ini menjadi yang terendah sejak Juli tahun lalu.

Perry menjelaskan, BI akan terlebih dulu memantau sejauh mana transmisi kebijakan moneter yang telah ditempuh terhadap sektor perbankan. Sejak September tahun lalu, BI Rate sudah dipangkas 150 bps ke posisi terendah sejak 2022.

“Namun demikian, penurunan suku bunga perbankan masih berjalan lambat dan karenanya perlu dipercepat. Dibandingkan dengan penurunan BI Rate sebesar 150 bps, suku bunga deposito satu bulan hanya turun sebesar 29 bps dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,52% pada September 2025. Penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan berjalan lebih lambat, yaitu sebesar 15 bps dari 9,2% pada awal 2025 menjadi sebesar 9,05% pada September 2025,” ungkap Perry.

Oleh karena itu, sepertinya BI akan berfokus untuk memantau perkembangan suku bunga di perbankan sebelum ‘bermain’ dengan BI Rate. 

“Sekarang fokus kami adalah memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter yang sudah kami tempuh. Isunya adalah bagaimana suku bunga DPK yang turunnya masih lambat, suku bunga kredit bisa turun dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” tegas Perry.

(aji)

No more pages