Logo Bloomberg Technoz

Jepang menempati peringkat ke-118 dari 148 negara dalam laporan kesenjangan gender global terbaru dari Forum Ekonomi Dunia, dengan skor sangat rendah dalam partisipasi politik dan ekonomi.

Pencapaian tertinggi dalam beberapa tahun terakhir adalah lima perempuan yang ditunjuk Fumio Kishida menjabat sebagai menteri pada 2023. Namun, prestasi tersebut pertama kali tercapai pada 2001, menunjukkan kurangnya kemajuan dalam beberapa dekade terakhir. PM yang akan lengser, Shigeru Ishiba, hanya memiliki dua perempuan dalam kabinetnya.

Takaichi biasanya tidak dianggap sebagai panutan kesetaraan gender di negara ini karena pandangan sosialnya konservatif. Dia mendukung mempertahankan suksesi takhta kekaisaran yang hanya untuk laki-laki meski keluarga kekaisaran kekurangan laki-laki, dan juga tidak setuju bahwa pasangan menikah seharusnya bisa memiliki nama keluarga yang berbeda.

Jepang mengalami peningkatan partisipasi tenaga kerja perempuan dalam beberapa tahun terakhir seiring penurunan populasi usia kerja. Namun, kesenjangan upah yang signifikan masih ada. Survei pemerintah pada 2023 menunjukkan perempuan hanya memperoleh 74,8% dari rata-rata upah laki-laki.

"Tentu saja, melihat politikus perempuan mengambil peran sentral merupakan simbolis dan meriah. Namun, yang terpenting bukanlah kinerja, melainkan apakah status dan kehidupan sosial perempuan Jepang akan benar-benar berubah," kata Mieko Nakabayashi, profesor politik Universitas Waseda.

"Isu-isu seperti pilihan nama keluarga terpisah bagi pasangan menikah dan kesenjangan upah berdasarkan gender ada di persimpangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi perempuan. Pertanyaan sesungguhnya, apakah Takaichi akan mengerahkan energi untuk mengatasi isu-isu ini—pada akhirnya, bergantung pada prioritas."

Salah satu kesulitan dalam mempromosikan perempuan ke posisi senior di pemerintahan adalah rendahnya tingkat representasi mereka di level lebih rendah. Sekitar 16% anggota parlemen di majelis rendah parlemen Jepang yang lebih berkuasa adalah perempuan, di bawah rata-rata global sebesar 27%.

Kepemimpinan Takaichi juga terjadi saat politik rapuh karena ia mengelola koalisi baru, menyoroti risiko ia menghadapi ‘glass cliff’, fenomena di mana perempuan diangkat ke posisi kepemimpinan di masa krisis. Contohnya termasuk terpilihnya Theresa May sebagai PM Inggris segera setelah Inggris keluar dari Uni Eropa, atau Brexit.

Perempuan pertama yang pernah ditunjuk dalam kabinet Jepang adalah Masa Nakayama, yang menjadi menteri kesehatan pada tahun 1960.

(bbn)

No more pages